Sebab dalam amar putusan MA yang keluar pada 22 Desember 2020 itu menyatakan telah menolak kasasi dari terdakwa mantan anggota DPRD Surabaya periode 2014-2019 dan mengabulkan kasasi dari jaksa penuntut umum (JPU).
Sehingga politisi dari Partai Golkar itu harus menjalankan sisa hukumannya sesuai putusan dari Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya.
"Kan seharusnya dari sana MA (Mahkamah Agung) yang keluarkan. SIPP (sistem informasi penelusuran perkara) udah putus 22 des lalu. Jadi harus jalani. Putusan PT (Pengadilan Tinggi) naik 2 tahun itu lah," kata Kasi Pidsus Kejari Tanjung Perak M. Ali Rizza, Kamis (20/1).
Menurut Rizza tak akan dibebaskannya Binti Rochma ini lantaran ada beberapa faktor yang dianggap serius untuk dipertimbangkan.
Kendati demikian Rizza mengakui jika kuasa hukum dari Binti Rochma telah berkirim surat yang diterima bawahannya dengan menjelaskan bila masa tahanan mantan anggota DPRD Surabaya periode 2014-2019 itu telah habis.
"Lah kalau kita ngeluarin, terkait eksekusinya bagaimana? Kalau dia kooperatif, kalau gak kooperatif. Kan gitu," tegasnya.
Nah, agar lebih jelasnya, Rizza berharap kepada kuasa hukum dari Binti Rochma untuk segera menanyakan ke Mahkamah Agung (MA) terutama soal penahanan.
Sebab menurutnya dari info beredarnya amar putusan dari situs MA itu jelas menyatakan bila MA tak mengadili sendiri, melainkan mengikuti putusan dari PT.
"Kan kita belum melihat kan. putusannya seperti apa, biasanya apakah mengadili sendiri. Kalau dilihat dari SIPP menolak itu ikut yang PT, mengabulkan PU (Penuntut Umum). Kan naik dari 1,6 tahun jadi dua tahun. Sidabuke nanyain kesana. Kan penetapan kesana gak mungkin gak ditahan pasti ditahan," ungkapnya.
Bahkan saat ini, kata Rizza, pihaknya juga intens melakukan koordinasi dengan Pengadilan Negeri Surabaya untuk mendapatkan hasil resmi dari putusan MA.
"Perkara ini sudah diputus ya. Cuma memang kaitan petikan sama putusan belum dikirim. Kami menanyakan juga. Koordinasi sama PN terkait salinan sama putusan. Kalau dilihat yang SIPP sudah keluar kan tinggal legalnya saja
Sedangkan untuk surat yang dikirim oleh Sudirman Sidabuke kuasa hukum dari Binti Rochma soal masa tahanan telah habis, Rizza akan menanggapinya.
"Kalau nanti kami bikin nota pendapat tentang surat tersebut," pungkasnya.
Seperti diberitakan usai beredar info dari Mahkamah Agung (MA) RI terkait penolakan kasasi yang diajukan tim jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Tanjung Perak atas vonis bebas Ratih Retnowati dalam kasus dugaan korupsi dana hibah Pemkot Surabaya tahun 2016 untuk program jaring aspirasi masyarakat (Jasmas).
Kini kembali beredar dengan kasus yang sama. Namun untuk terdakwa Binti Rochma.
Sayangnya nasib Binti Rochma ini tak semujur dari rekan sejawatnya Ratih Retnowati.
Info yang diterima, Tiga Hakim Mahkamah Agung (MA) RI secara tegas menolak kasasi dari Binti Rochma yang merupakan politisi dari Partai Golkar itu diantaranya Hakim P1, H. Syamsul Rakan Chaniago, SH, MH, Hakim P2, DR. Agus Yunianto, SH. MH, Hakim P3, Dr. H. Suhadi, SH. MH.
Sebaliknya, tiga hakim Mahkamah Agung (MA) RI malah mengabulkan kasasi dari JPU Kejari Tanjung Perak.
"TDW (terdakwa)=Tolak, JPU=Kabul," seperti bunyi amar putusan di situs MA, Senin (18/1).
Nah, bila benar kabar amar putusan itu artinya Binti Rochma yang merupakan anggota DPRD Surabaya periode 2014-2019 ini akan menunggu eksekusi dari jaksa eksekutor untuk menjalani sisa hukuman ke lembaga pemasyarakatan (Lapas) atau rumah tahanan (Rutan).
Kabar beredarnya amar putusan seperti dalam website itu diputus pada Selasa (22/12/2020).
Seperti diketahui Binti Rochma divonis 1,6 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsidair dua bulan kurungan saat sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya.
Namun mantan legislator Surabaya periode 2014-2019 asal Partai Golkar itu tak terima, ia lantas mengajukan banding di Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya.
Kabarnya saat banding itu, Binti malah dijatuhi hukuman penjara yang lebih tinggi.
Maka dari itu Binti Rochma kembali mengajukan upaya hukum yang lebih tinggi lagi yakni kasasi.
Dalam kasus ini, selain Binti Rochma dan Ratih Retnowati, Kejari Tanjung Perak juga menyeret empat eks anggota DPRD Surabaya periode 2014-2019.
Mereka adalah, Sugito, Darmawan, Syaiful Aidy dan Dini Rijanti.
Sugito telah divonis oleh Pengadilan Tipikor Surabaya sebanyak 20 bulan penjara dan denda Rp 50 juta subsidair 3 bulan kurungan.
Sedangkan Darmawan divonis sebanyak 30 bulan penjara dan denda Rp 100 juta subsidair enam bulan penjara.
Sedangkan Syaiful Aidy dan Dini Rijanti menyerah tak lagi mengajukan upaya kasasi usai menerima putusan dari Pengadilan Tinggi (PT) yang jauh lebih tinggi dari putusan Pengadilan Tipikor Surabaya yang memvonis keduanya sebanyak 1,6 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsidair 2 bulan kurungan.
Dalam kasus ini, ada juga pihak swasta sebagai pelaksana proyek yaitu Agus Setiawan Tjong yang sudah divonis selama 6 tahun penjara namun Agus Setiawan Tjong mengajukan kasasi dan telah diketok.
Agus Setiawan Tjong merupakan pelaksana proyek pengadaan terop, kursi, meja, dan sound system pada 230 RT di Surabaya.
Dari hasil audit BPK, Proyek pengadaan program Jasmas tersebut bersumber dari APBD Pemkot Surabaya, tahun 2016 dan merugi mencapai Rp 5 miliar akibat adanya selisih angka satuan barang yang dimainkan oleh Agus Setiawan Tjong.
Informasi yang dihimpun, program Jasmas ini merupakan produk dari sejumlah oknum DPRD kota Surabaya yang telah diperiksa penyidik. Diduga tanpa peran ke enam sang legislator itu, program Jasmas dalam bentuk pengadaan ini tidak akan terjadi.
Penyimpangan dana hibah ini bermodus pengadaan. Ada beberapa pengadaan yang dikucurkan oleh Pemkot Surabaya, diantaranya untuk pengadaan terop, kursi chrom, kursi plastik, meja, gerobak sampah, tempat sampah dan sound system. (Ar)