KABARPROGRESIF.COM: (Surabaya) Wali Kota Surabaya terpilih, Eri Cahyadi, yang juga dikenal sebagai Nahdliyin dan kader PDI Perjuangan, bercerita tentang sejumlah program keumatan yang telah disiapkannya jika resmi dilantik sebagai pemimpin Kota Pahlawan.
”Jujur, saya terinspirasi dari arahan Ketua Umum Ibu Megawati Soekarnoputri dan para kiai, baik di Surabaya maupun di berbagai daerah karena memang saya sering sowan ke para alim ulama. Termasuk sebelum Pilkada, saya sowan minta doa KH Said Aqil Siradj, ketua umum PBNU,” ujar Eri di sela-sela webinar yang digelar DPP PDI Perjuangan, Minggu (31/1).
Webinar yang dibuka dengan sambutan Megawati dan KH Said Aqil Siradj, serta dihadiri Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto itu digelar untuk menyambut hari lahir Nahdlatul Ulama yang ke-95 pada 31 Januari 2021.
Eri mengaku selalu teringat dengan arahan Megawati dalam berbagai acara PDIP. Termasuk di sekolah calon kepala daerah dari PDIP yang diikuti Eri jelang Pilkada Surabaya.
”Bu Mega selalu menekankan agar jangan melupakan wong cilik. Sowan ke kiai, nasihatnya juga sama. Jangan silau pada jabatan. Karena jabatan itu hanya wasilah untuk berjuang ngopeni umat, ngopeni mustadh'afin,” ujar Eri yang dikenal sebagai keluarga besar Ponpes Sidosermo, pesantren tertua di Surabaya.
Eri menambahkan, sejumlah program keumatan yang disiapkannya adalah memperkuat pendidikan gratis SD-SMP dan beasiswa SMA/SMK, termasuk di dalamnya untuk madrasah.
Warga bergaji maksimal Rp10 juta secara otomatis akan dibiayai BPJS Kesehatan-nya oleh Pemkot Surabaya di bawah kepemimpinan Eri sebagai bagian dari program kesehatan gratis.
”Program distribusi makanan gratis setiap hari yang sudah jalan untuk sekitar 30.000 warga juga akan kami tingkatkan. Pokoknya jangan ada warga susah makan. Kampung-kampung sebagai ruang hidup warga juga kami lanjutkan penataannya,” ujar mantan kepala Bappeko Surabaya itu.
Eri juga bakal memberi perhatian khusus pada pengembangan SDM, apalagi ke depan masih dihadapkan pada tantangan pembelajaran di masa pandemi Covid-19.
”Anak-anak muda Surabaya akan tumbuh menjadi generasi unggul dengan penguasaan sains dan teknologi, namun tetap berkarakter keagamaan yang ramah. Di situlah pentingnya kolaborasi dengan NU dalam mennyebarkan nilai-nilai Aswaja yang penuh toleransi,” jelasnya.
Terkait relasi PDIP dan NU, lanjut Eri, memang ada keterikatan yang sangat erat.
”NU sebagai rumah besar kaum Nahdliyin yang berdiri sejak 1926, dan PDI Perjuangan sebagai rumah besar nasionalis yang berakar pada Partai Nasional Indonesia (PNI) yang berdiri pada 1927, sudah tidak terpisahkan, bahkan sejak republik ini belum berdiri,” jelasnya.
Surabaya, papar Eri, juga merupakan tempat bersejarah dalam rangkaian perjalanan NU. Ormas Islam terbesar ini berdiri di Surabaya. Resolusi Jihad oleh pendiri NU KH Hasyim Asyari dicetuskan di Surabaya.
Pencipta nama dan lambang NU adalah kiai Surabaya, yaitu KH Mas Alwi Abdul Azis dan KH Ridlwan Abdullah, yang makamnya juga ada di Surabaya.
”Dalam kaitannya dengan kaum nasionalis, NU memberi gelar khusus ke Bung Karno saat Muktamar 1954 di Surabaya. Yaitu gelar sebagai waliyyul amri dharuri bi as-syaukah (pemimpin yang kebijakan-kebijakannya mengikat oleh sebab kekuasaannya),” papar Eri.
”Sehingga ke depan, kebijakan Pemkot Surabaya akan selalu selaras dengan nilai-nilai kebangsaan dan keaswajaan,” pungkas keponakan KH Ubaidillah bin Muhammad Yusuf (Gus Ubed) yang tak lain adalah nazir Masjid Sunan Ampel. (Ar)