KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan eksekusi ulang terhadap mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.
Eksekusi ulang dilakukan setelah Mahkamah Agung mengabulkan PK dan memotong 6 tahun penjara hukuman terhadap Anas Urbaningrum.
Eksekusi ulang itu sudah dilakukan pada Rabu (3/2) berdasarkan Putusan PK Mahkamah Agung RI Nomor 246 PK/Pid.Sus/2018 tanggal 30 September 2020.
"Terpidana akan menjalani pidana penjara selama 8 tahun dikurangi selama berada dalam tahanan," kata plt juru bicara KPK Ali Fikri kepada wartawan, Jumat (5/2).
Berkat potongan hukuman 6 tahun penjara dari MA, maka Anas Urbaningrum tinggal menjalani sisa 8 tahun di lapas.
Anas Urbaningrum ditahan oleh KPK sejak Januari 2014. Dengan demikian, ia bebas pada tahun 2022.
Meski demikian, masih ada hukuman tambahan yang akan dijalani Anas Urbaningrum, yakni pencabutan hak politik.
"Pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun terhitung sejak Terpidana selesai menjalani pidana pokok," ujar Ali.
Selain hukuman penjara, Anas Urbaningrum masih tetap harus membayar denda sejumlah Rp 300 juta.
Apabila denda tersebut tidak dibayar, maka dikenakan pidana pengganti berupa kurungan selama 3 bulan.
Tak hanya itu, Anas Urbaningrum juga wajib membayar uang pengganti yang dijatuhkan pengadilan, yakni sejumlah Rp 57.592.330.580 dan USD 5.261.070.
Apabila belum membayar uang pengganti tersebut dalam waktu 1 bulan sesudah putusan Pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
Bila harta bendanya tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut maka dipidana penjara selama 2 tahun.
"KPK akan segera melakukan penagihan baik denda maupun uang pengganti dari Terpidana tersebut sebagai aset recovery dari Tindak Pidana Korupsi untuk pemasukan bagi kas negara," ujar Ali.
Anas adalah terpidana kasus korupsi pembangunan Pusat Pelatihan, Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional Hambalang dan tindak pidana pencucian uang. Pengadilan Tipikor Jakarta menghukum Anas dengan 8 tahun penjara.
Anas dinilai terbukti mendapatkan bantuan dari mantan Bendahara Umum Demokrat, M. Nazaruddin, melalui Grup Permai sebesar Rp 30 miliar dan 5,225 juta dolar AS. Bantuan tersebut digunakan untuk pemenangan Anas sebagai Ketua Umum Demokrat saat kongres tahun 2010.
Hukuman Anas sempat dipotong menjadi 7 tahun penjara setelah bandingnya dikabulkan Pengadilan Tinggi DKI.
Namun, pada tahap kasasi, hukumannya diperberat hingga 14 tahun penjara. Ialah Artidjo Alkostar yang memperberat hukuman itu.
Anas Urbaningrum mengajukan PK pada Mei 2018. Pada bulan yang sama, Artidjo Alkostar pensiun sebagai hakim MA.
Pada September 2020, MA mengeluarkan vonis atas PK yang diajukan Anas Urbaningrum. PK tersebut dikabulkan. Hukuman Anas Urbaningrum dipotong, dari 14 tahun penjara menjadi 8 tahun penjara.
Salah satu pertimbangan majelis hakim mengabulkan PK itu ialah karena vonis kasasi sebelumnya terhadap Anas dinilai terdapat kekhilafan hakim.
Majelis Hakim Agung PK yang menangani terdiri dari Sunarto sebagai Ketua majelis yang didampingi Andi Samsan Nganro dan Mohammad Askin (Hakim ad hoc Tipikor) masing-masing sebagai Hakim Anggota.