KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Dian Ediana Rae, bertemu Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Kedua instansi satu suara memperkuat penindakan terhadap kejahatan ekonomi.
"Sepakat untuk meningkatkan penerapan tindak pidana pencucian uang (TPPU)," kata Dian dalam keterangan tertulis, Kamis, 18 Februari 2021.
Pertemuan PPATK dan Polri dalam rangka optimalisasi pencegahan dan pemberantasan TPPU serta tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT).
Dian dan Listyo mengambil langkah strategis dan koordinatif dalam meningkatkan efektivitas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana perekonomian.
Salah satu kesepakatan itu, yakni menerapkan pasal TPPU kepada setiap pelaku kejahatan ekonomi. Dian menyebut hal itu sebagai upaya meningkatkan pemulihan aset negara, menimbulkan efek jera, dan pencegah terhadap pelaku atau calon pelaku tindak pidana perekonomian.
Tindak pidana yang menjadi perhatian khusus saat ini ialah tindak pidana berisiko tinggi dan tindak pidana lainnya yang dianggap membahayakan perekonomian dan sistem keuangan nasional.
Hal ini meliputi tindak pidana narkotika, korupsi, dan tindak pidana di bidang keuangan, sekaligus TPPU.
Terkait narkotika, Dian memandang kasus-kasus ini tergolong sangat tinggi di Indonesia. Penanganan lebih terkoordinasi amat diperlukan.
"Kejahatan narkotika merupakan kejahatan transnasional dengan melibatkan berbagai yurisdiksi sehingga memerlukan koordinasi lintas negara yang semakin baik," ungkap Dian.
Menurut dia, PPATK telah menyampaikan beberapa hasil analisis dan pemeriksaan kepada Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Polri.
Dia ingin kedua instansi itu lebih mengoptimalkan penerapan TPPU terhadap kasus penyalahgunaan narkoba.
Dian menyoroti modus dan pola transaksi pelaku narkotika semakin hari semakin kompleks.
Pelaku tidak hanya memanfaatkan lembaga keuangan bank, tetapi juga pedagang valuta asing dan money remittance.
"Bahkan akhir-akhir ini diduga transaksi narkotika memanfaatkan sistem hawala melalui usaha money remittance," kata Dian.
Dia mengatakan PPATK, Polri, dan BNN akan berkoordinasi lebih lanjut mengenai penanganan pencucian uang atas kasus narkotika.
Terkait optimalisasi pemulihan aset negara, PPATK mendorong Polri dan BNN melibatkan Kementerian Hukum dan HAM selaku central authority dalam menarik dana hasil kejahatan narkotika di luar negeri melalui skema mutual legal assistance (MLA).
Pada tindak pidana korupsi, Dian menyebut PPATK akan meningkatkan kerja sama dengan Polri, Kejaksaan Agung, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pihaknya akan fokus pada tindak lanjut dari hasil analisis (HA) dan hasil pemeriksaan (HP) dari PPATK.
"Khusus yang terkait dengan Kepolisian, PPATK akan mendukung peningkatan kuantitas maupun kualitas penanganan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Polri," ujar Dian.
PPATK dan Polri juga sepakat membentuk gugus tugas khusus penanganan cepat kejahatan transnasional (transnational crime rapid response atau TNCR2).
Kejahatan transnasional meliputi business email compromise (BEC), human trafficking, wildlife smuggling, romance/love scam, dan jual beli online.
Untuk pendanaan terorisme, PPATK, Polri, Densus 88, Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Dirjen Imigrasi, dan Dirjen Bea Cukai sedang menyelesaikan pembangunan platform.
Mereka menyiapkan sistem pertukaran informasi pendanaan terorisme (sipendar).
Sipendar akan digunakan untuk pencegahan dan pemberantasan tindak pidana terorisme secara lebih efektif dan terintegrasi. Peluncuran aplikasi sipendar direncanakan pada Agustus 2021.
"Diharapkan dengan mulai beroperasinya aplikasi sipendar akan mempercepat pertukaran informasi terkait pendanaan terorisme di antara pihak-pihak terkait di atas dengan stakeholders lainnya," ujar Dian.
Dian mengatakan PPATK dan Polri sepakat mendukung keputusan Komite TPPU, yakni membangun data statistik tindak pidana ekonomi. TPPU dan pendanaan terorisme yang bersifat nasional dan terintegrasi bakal terdata dengan detail.