Kepala Bidang (Kabid) Sekolah Dasar (SD) Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya, M. Aries Hilmi, mengaku bangga atas terpilihnya Qomarul Lailah menjadi wasit Olimpiade Tokyo 2020.
Bagi dia, dengan pengalaman yang diraih tersebut dapat dapat menumbuhkan semangat baru baik guru maupun pelajar yang ada di Kota Pahlawan.
“Jadi memang luar biasa ada guru kita yang menjadi wasit di event internasional. Semangat ini lah yang kita harapkan dan mampu mewarnai guru-guru yang ada di Kota Pahlawan,” kata M. Aries Hilmi, Minggu (8/8).
M. Aries Hilmi menjelaskan, sebenarnya sosok Qomarul Lailah ini sudah beberapa kali menjadi wasit internasional.
Karirnya dalam dunia perwasitan dimulai sejak tahun 2000, dimana waktu itu dirinya masih menjadi guru tenaga kontrak di salah satu SD di Surabaya.
Kemudian seiring berjalannya waktu dengan berbagai prosesnya Lia berhasil memimpin jalannya berbagai pertandingan badminton di kancah internasional.
“Tentunya ini menjadi kebanggaan buat kami semua. Bahwa tidak ada yang tidak mungkin apabila kita bersungguh-sungguh dan mengembangkan apapun yang kita miliki,” lanjutnya.
Selain itu, M. Aries Hilmi berharap, Lia dapat membagikan pengalamannya atas pencapaiannya dengan mengimplementasikan di tempat dirinya mengajar. Hal ini menjadi penting dilakukan, agar semangat tersebut dapat menular kepada para pelajar di Kota Pahlawan.
“Yang paling penting apapun kita kembangkan dan bersungguh-sungguh, karena ini bisa menjadi percontohan bagi para pelajar khususnya di SDN Sawunggaling 1,” papar dia.
Senada dengan itu, Qomarul Lailah menceritakan pengalamannya saat kali pertama menjadi wasit. Awalnya dia mengaku tidak tertarik menjadi wasit lantaran tak memahami olahraga badminton.
Akan tetapi, setelah mendapatkan cukup banyak pengetahuan, Lia sapaan akrab, Qomarul Lailah menjadi tertarik untuk mencoba ikut pelatihan dan menjalani ujian tingkat provinsi.
Hasilnya, ibu dua anak lulus, dan kelulusannya itu tak lantas membawa Lia begitu saja menjadi wasit profesional.
“Sampai para pemain berteriak kok begitu wasitnya, ada yang bilang ini wasit lulusan mana harus sekolah wasit lagi. Lalu dengan tetap optimis saya terus belajar hingga saya terus membaca buku berjudul Law of Badminton. Dan buku itu memang segala aturan dan instruksi dalam Bahasa Inggris,” papar dia.
Dari situ lah perempuan kelahiran Surabaya 24 September 1977 ini terus berjuang mengikuti berbagai ujian nasional di berbagai ajang.
Seiring perjalannya, Lia semakin melejit dalam dunia perwasitan. Namun begitu, ia tak melupakan kewajibannya menjadi pendidik SD mata pelajaran Bahasa Inggris.
Menariknya, Lia menjelaskan seluruh ilmu yang diperolehnya, juga diimplementasikan di sekolah tempatnya mengajar, Ia pun mengaku anak-anak tersebut selalu dilatih selalu agar selalu disiplin, percaya diri dan pantang menyerah. Menurut dia, itu yang menjadi poin pentingnya dalam meraih kesuksesan.
“Ternyata itu betul-betul terjadi, ketika kita menerapkan tiga hal itu akan memudahkan kita mencapai banyak hal. Makanya saya ajarkan kepada anak didik saya sedini mungkin.
“Kalau kamu pengen berhasil nak, disiplin nomor satu. Saya ajarkan mereka jadi the real bonek, jadi bonek sejati itu bukan kalau kalah main itu sakit hati terus berantem. Tetapi keberanian yang kita butuhkan. Nah bahasa asing itu butuh keberanian karena bahasa itu kebiasaan. Saya ajarkan ke mereka itu ‘wani’ berbicara Inggris,” lanjutnya.
Dengan begitu, dia berharap generasi penerus bangsa khususnya Arek-arek Suroboyo semakin gigih dan pantang menyerah dalam mewujudkan cita-citanya.
Terakhir lia pun berterima kasih kepada berbagai pihak atasnya kesempatan yang diberikan, termasuk Dispendik Kota Surabaya.
“Terima kasih juga untuk Kepala Sekolah SDN Sawunggaling 1 Bu Sri Kis Untari dan semua pihak, matur nuwun sekali lagi,” pungkasnya.