KABARPROGRESIF.COM: (Jambi) Pasal 8 Undang-Undang No 19 Tahun 2019 mengamanatkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tentang sejauh mana KPK melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi, baik itu Kejaksaan Republik Indonesia maupun Kepolisian Republik Indonesia.
Koordinasi tersebut terkait dengan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.
“Hadirnya KPK sesuai amanat Undang-Undang dengan tidak mengenyampingkan aparat penegak hukum lainnya. Jadi jangan sampai ada kesan bahwa KPK mengganggu tugas Kepolisian maupun Kejaksaan,” ujar Ketua KPK Firli Bahuri saat melakukan koordinasi dengan jajaran aparat penegak hukum (APH) Kepolisian Daerah (Polda) Jambi, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi, dan Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Jambi, di Kantor Polda Jambi, Selasa (28/9).
Dalam pertemuan tersebut Firli menyampaikan kehadiran KPK dalam rangka melaksanakan tugas dan peran KPK sesuai perintah Undang-Undang. Kedua, KPK berwenang menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi.
Pasal 8 huruf c, katanya, mengimplementasikan tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi. Kami KPK, kata Firli, selalu bekerja sama dengan Kejaksaan dalam rangka penyelidikan, penyidikan dan penuntutan. Semua itu dilakukan agar jangan sampai ada ketidakpastian hukum, misalnya, lanjut Firli, hari ini diperiksa oleh Kejaksaan lalu esok diperiksa oleh Kepolisian dan lusa diperiksa oleh KPK.
“Itu tidak boleh terjadi!” tegas Firli.
Untuk menghindari hal tersebut, terang Firli, KPK menyusun dan menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi dalam wujud e-SPDP.
Berikutnya, KPK juga melaksanakan dengar pendapat dengan instansi yang berwenang dalam pemberantasan tindak pidana korupsi sesuai dengan pasal 8 huruf d UU No.19 Tahun 2019.
Salah satunya, kata Ketua KPK, ialah kegiatan hari ini yaitu Rapat Koordinasi Program Pemberantasan Korupsi Terintegrasi di Wilayah Provinsi Jambi.
KPK, sambung Firli, juga melakukan supervisi di mana tugasnya diatur dalam pasal 10 yang mengatakan bahwa untuk pelaksanaan supervisi diatur dengan Peraturan Presiden (Perpres) No. 102 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Supervisi Atas Penanganan Tindak Pidana Korupsi.
Perpres ini mengatur tentang pelaksanaan supervisi. Di antaranya, yaitu melakukan pengawasan, melakukan penelitian, dan melakukan penelaahan.
Dan, ada ketentuan dalam pasal 9 tentang pembiayaan setiap perkara yang telah dinyatakan sebagai perkara TPK yang dilakukan supervisi oleh KPK.
Praktik yang dilakukan, kata Firli, bisa saja dengar pendapat, ekspos, ataupun gelar perkara. Ini semua harus dilakukan demi melaksanakan tujuan hukum, yaitu kepastian hukum, menimbulkan rasa keadilan, dan mendatangkan manfaat bagi masyarakat.
“Jadi intinya apa yang dilakukan KPK tidak pernah keluar dari koridor ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” tutup Firli.