KABARPROGRESIF.COM: (Tangerang) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten menggeledah Kantor Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang.
Penggeledahan itu hasil tindak lanjut adanya dugaan pemerasan yang dilakukan oknum pegawai Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta.
"Iya benar (penggeledahan) Kantor Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta. Kami (Kejati Banten) didampingi Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Tangerang melakukan penggeledahan," ujar Kasie Penerangan Hukum Kejati Banten Ivan Siahaan, Kamis, 27 Januari 2022.
Ivan mengatakan saat ini pihaknya masih melakukan penggeledahan di kantor tersebut. Namun dirinya enggan menjelaskan lebih jauh terkait pemeriksaan tersebut.
"Pemeriksaan masih terus berlangsung ya. Informasi terkait hasilnya nanti akan kami kirim keterangan resminya," katanya.
Sebelumnya, Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman, melaporkan dua pegawai yang berdinas di Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta melakukan pungutan liar (pungli), ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten. Diduga keduanya melakukan pungli bernilai Rp1,7 miliar.
Terduga pelaku berinisial QAB yang merupakan pejabat Bea Cukai setingkat eselon III dengan jabatan sejenis Kepala Bidang.
Sementara, satu terduga pelaku lainnya berinisial VIN merupakan pejabat setingkat eselon IV dengan jabatan sejenis Kepala Seksi di kantor Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta Tangerang.
"Laporan aduan dugaan pungli ini telah mendapat tanggapan untuk ditindaklanjuti oleh Kejati Banten. Di mana peristiwa tersebut terjadi pada April 2020 hingga April 2021, dugaan pungli tersebut dilakukan dengan modus melakukan penekanan kepada sebuah perusahaan jasa kurir PT SKK," ujar Boyamin, berdasarkan keterangan yang diterima, Senin, 24 Januari 2022.
Boyamin menuturkan oknum kedua pegawai Bea Cukai tersebut diduga meminta uang setoran sebesar Rp5 ribu per kilogram barang kiriman dari luar negeri, akan tetapi pihak perusahaan jasa kurir hanya mampu memberikan sebesar Rp2 ribu per kilogram.
Keduanya melakukan pungli dengan melakukan ancaman tertulis maupun verbal atau lisan, tertulis berupa surat peringatan tanpa alasan yang jelas dan verbal berupa ancaman penutupan usaha perusahaan tersebut.
"Keduanya itu diduga melalui hubungan telepon terlapor ke pengurus perusahaan, telah meminta pembayaran segera dilaksanakan penyerahan uang dan akhirnya terlaksana penyerahan uang dugaan nominal sekitar Rp1,7 miliar," jelasnya.
Sementara, Asisten Intelijen Kejati Banten Adhiyaksa Darma Yuliano, mengatakan pihaknya telah menindak lanjuti perkara tersebut dengan meminta keterangan 11 orang, terdiri dari pihak ASN Bea dan Cukai dan pihak swasta.
Selain itu, pihaknya juga menyita sejumlah dokumen yang berhubungan dengan perkara dugaan pemerasan.
"Hasil sementara pengumpulan data dan bahan keterangan, penyelidik menduga QAB menyalahgunakan kekuasaannya, yaitu berwenang memberikan surat peringatan, mengusulkan pembekuan operasional izin perusahaan jasa titipan," kata Adhiyaksa.
Adhiyaksa menjelaskan dalam monitoring dan evaluasi terhadap operasional kiriman barang importasi perusahaan jasa titipan, penyelidik menemukan kedua oknum juga telah memaksa pengurus perusahaan untuk memberikan sejumlah uang untuk setiap kilogram barang kiriman.
Hal itu terungkap dalam daftar barang perusahaan tersebut, jika perusahaan tersebut harus membayar tarif operasional kiriman hingga Rp2 ribu per kilogram.
"Yang seluruhnya berjumlah total tagihan yang diminta Rp3,126 miliar, selama periode April 2020 hingga April 2021," katanya.
Selain itu, Adhiyaksa menambahkan penyelidik pun telah mengamankan barang bukti berupa uang tunai dari tangan VIN sebesar Rp1,170 miliar.
Uang itu tersimpan di brankas Kantor Pelayanan Utama Bea Cukai Tipe C Soekarno-Hatta.
"Terbukti QAB memerintahkan VIN untuk meminta sejumlah uang dengan tarif Rp2 ribu per kilogram dari setiap tonase per bulan importasi Shopee," jelasnya.
Perbuatan yang dilakukan oleh QAB dan VIN diduga telah terjadi peristiwa tindak pidana korupsi berupa pemerasan sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf e UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Melalui hasil operasi intelijen tersebut, Bidang Intelijen Kejati Banten langsung diserahkan ke Bidang Pidana Khusus sejak Senin 24 Januari 2022," katanya.