KABARPROGRESIF.COM: (Tulungagung) Tersangka korupsi proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Tulungagung, AK, kembali menitipkan uang kerugian sebesar Rp 433 juta ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Tulungagung, Kamis (17/3/2022).
Dengan demikian, total uang pengembalian kerugian negara dalam perkara ini telah mencapai Rp 2,4 miliar.
Menurut Kasi Intelijen Kejari Tulungagung, Agung Tri Radityo, pihaknya dihubungi pihak AK pada pukul 12.00 WIB.
"Kami butuh koordinasi dengan pihak bank, apakah bank bisa mengirimkan personelnya," terang Agung.
Uang dititipkan ke rekening penitipan di Bank Mandiri Diponegoro Tulungagung.
Uang dibawa oleh pengacara AK, Bambang Suhandoko.
Petugas bank menghitung uang yang diserahkan dengan disaksikan Bambang serta Jaksa.
"Hari ini tersangka hanya lapor ke kantor. Tapi penyerahan uang dilakukan pengacaranya," sambung Agung.
Pengembalian dugaan uang kerugian negara ini adalah yang ke-5.
Dengan demikian Kejari berhasil memulihkan kerugian negara, seperti hasil perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Meski demikian, Agung menegaskan jika pengembalian ini tidak menghapuskan tindak pidananya.
"Perkara tetap jalan, minggu depan semoga bisa dilakukan tahap dua (pelimpahan barang bukti dan tersangka ke JPU)," ucapnya.
Setelah tahap dua dilakukan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) akan mendaftarkan perkara ke Pengadilan Negeri (PN) Tipikor di Surabaya.
AK, direktur PT Kya Graha adalah tersangka dalam perkara peningkatan empat ruas jalan empat di Kabupaten Tulungagung.
Masing-masing Jeli-Picisan, Sendang-Penampihan, Tenggong-Purwodadi dan Boyolangu-Campurdarat.
Penasehat Hukum AK, Bambang Suhandoko mengatakan, pengembalian ini bentuk itikad baik dari kliennya.
Sebenarnya proyek empat jalan itu dikerjakan empat pihak yang berbeda.
Namun secara formal proyek itu dimenangkan oleh PT Kya Graha milik AK.
"Karena secara formal benderanya AK, maka ada itikad baik untuk mengembalikan dugaan kerugian yang timbul," ungkap Bambang.
Lanjutnya, pengembalian ini akan menjadi pertimbangan hukum yang meringankan.
Bambang mengaku masih menunggu proses hukum lebih lanjut.
Sebab pihaknya perlu mempelajari berkas perkara, sebelum merumuskan strategi pembelaan di persidangan.
"Kalau sekarang belum bisa komen, karena berkasnya belum dapatkan," pungkas Bambang.
Kasus ini bermula dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI tahun 2019, karena ada kelebihan bayar dari empat proyek peningkatan jalan di Dinas PUPR Tulungagung.
Kelebihan bayar terjadi karena hasil pekerjaan di bawah spesifikasi, namun negara tetap membayar penuh.
Saat itu PT Kya Graha selaku kontraktor diminta mengembalikan kelebihan bayar senilai Rp 2,2 miliar.
AK selaku sebagai direktur PT Kya Graha tidak memanfaatkan masa sanggah dan tidak mau mengembalikan seperti klaim BPK RI.
Unsur pidana korupsi pun terpenuhi, karena ada kerugian keuangan negara dalam perkara ini.
Kejari Tulungagung yang menangani perkara ini kemudian menggandeng Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jawa Timur untuk menghitung ulang kerugian.
Hasilnya terdapat peningkatan kerugian dari hitungan BPKP menjadi Rp 2,4 miliar.