Apel itu dipimpin langsung oleh Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi. Bahkan, seusai apel dia juga langsung menghampiri petugas sembari memberikan semangat, ia juga sempat mengecek berbagai peralatan yang telah disiapkan untuk menghadapi bencana itu.
Setelah pengecekan peralatan, BPBD bersama Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan menggelar simulasi penanganan bencana yang diperagakan oleh staf Pemkot Surabaya.
Kala itu, digambarkan ada bencana hingga ada yang terluka, dengan sigapnya BPBD menolong mereka.
Bahkan, saat itu juga ada sejumlah korban bencana yang harus loncat dari ketinggian karena sudah terjebak.
Ia loncat dari ketinggian yang mana di bawahnya sudah dipasang rescue air cushion oleh petugas.
Pada kesempatan itu, Wali Kota Eri mengatakan saat ini waktunya kembali menyiapkan diri dalam menghadapi ancaman bencana, kesiapsiagaan bencana perlu dibangun sejak dini, dimulai dari lingkungan terkecil, yaitu keluarga.
Menurutnya, Kota Surabaya ini memiliki resiko dalam ancaman bencana, di antaranya angin kencang yang mengakibatkan pohon tumbang, banjir rob/pasang air laut, cuaca ekstrem, dan gempa bumi, juga bencana non-alam seperti kecelakaan, kebakaran, dan pandemi.
“Kesiapan masyarakat menghadapi ancaman menentukan besar kecilnya resiko dan dampak bencana yang akan diterima,” kata Wali Kota Eri.
Sebagai wujud kesiapsiagaan, Pemkot Surabaya menyiapkan sarana prasarana pendukung penanganan bencana, yaitu 63 puskesmas dan unit-unit ambulans, 5 rayon dan 16 pos pembantu pemadam kebakaran yang dilengkapi dengan 86 unit pemadam kebakaran, termasuk unit Bronto Skylift yang bisa menjangjau ketinggian 42 meter, 55 meter, dan 104 meter.
“Selain itu, pintu air dan rumah pompa juga disiagakan, 7 posko terpadu dan 16 pos pantau, monitor pemantau cuaca yang terpasang di pesisir Surabaya, dan Command Center 112 yang 24 jam dapat dihubungi warga secara gratis untuk kejadian darurat dan bencana,” katanya.
Sedangkan di tengah-tengah masyarakat, Pemkot Surabaya secara rutin melakukan edukasi pengurangan resiko bencana, di antaranya pembinaan dan pelatihan penanggulangan bencana di tingkat Dasa Wisma, pembentukan Kelurahan Siaga Bencana, sosialisasi mitigasi bencana di sekolah-sekolah, perkantoran, gedung bertingkat, dan dilanjutkan dengan simulasi bencana.
“Jadi, kita melakukan pemberdayaan relawan dan masyarakat untuk ikut serta melakukan kesiapsiagaan bencana, sehingga tanggungjawab untuk menyelamatkan kota ini dari bencana, baik bencana kebakaran maupun bencana alam tidak hanya pemkot, tapi setiap kampung mengetahui apa yang harus dikerjakan ketika terjadi bencana, pasti akan lebih cepat penanganan kalau gini,” kata dia.
Wali Kota Eri mengakui bahwa Pemkot Surabaya tidak bisa bekerja sendirian dalam penanggulangan bencana, melainkan merupakan tanggung jawab bersama, yaitu pemerintah daerah, unsur masyarakat, dunia usaha, akademisi, serta media massa.
Dengan pendekatan Pentahelix, ia mengajak masyarakat meningkatkan kapasitas dengan dibekali pengetahuan mengenali resiko dan acaman bencana di wilayahnya masing-masing, keterampilan untuk menyelamatkan diri dan mampu bertahan, serta bangkit pulih dengan cepat membangun kembali kehidupannya setelah terkena bencana.
“Hari Kesiapsiagaan bencana ini bukanlah kegiatan seremonial semata. Namun, ini harus menjadi alarm buat kita untuk selalu siap dan sigap dalam menghadapi bencana,” pungkasnya.