KABARPROGRESIF.COM: (Jakarta) Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) memberikan saran kepada Polri yang mengusut kasus kepemilikan bisnis ilegal di Kalimantan Utara (Kaltara) yang melibatkan oknum polisi Briptu Hasbudi (HSB).
Komisioner Kompolnas Poengky Indratri meminta Korps Bhayangkara secara profesional menuntaskan kasus yang menjerat Briptu Hasbudi, dengan mengusut pihak-pihak lain yang diduga terlibat termasuk oknum dari kepolisian.
Poengky menduga Briptu Hasbudi tidak berdiri sendiri dalam menjalankan bisnis ilegalnya.
Oleh karena itu, kata dia, Polri perlu menyelidiki siapa saja yang diduga terlibat.
"Jika ada anggota Polri lainnya yang terlibat, harus diproses hukum hingga tuntas," kata Poengky saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (10/5).
Dia mengatakan perlu diselidiki kemungkinan dugaan tindak pidana lainnya yang dilakukan Briptu Hasbudi.
"Kami mengharapkan polda-polda lain juga menyelidiki kemungkinan adanya anggota Polri yang membengkingi tambang-tambang ilegal agar dapat diproses hukum secara tuntas," ucapnya.
Poengky juga berharap pengusutan kasus Briptu Hasbudi dilakukan secara transparan dan akuntabel, memaksimalkan dukungan penyidikan berbasis ilmiah, serta bekerja sama dengan institusi lainnya, seperti PPATK dan KPK.
Menurutnya, dalam menuntaskan perkara ini diperlukan pula peran serta masyarakat untuk segera melaporkan kepada Propam Presisi apabila diduga ada anggota-anggota Polri yang “nakal”.
Kompolnas merespons kasus yang menjerat oknum polisi Briptu Hasbudi. Ada saran yang diberikan Kompolnas kepada Polri dalam mengusut kasus itu.
"Institusi Polri harus kita jaga bersama, jangan sampai ada yang menggerogoti dari dalam," ujarnya.
Poengky mengapresiasi Polda Kaltara yang berhasil melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus dugaan tambang emas ilegal dan menangkap para tersangka termasuk Briptu Hasbudi.
Dari pengembangan kasus tersebut, diduga Briptu Hasbudi terlibat dalam beberapa dugaan pidana sehingga dijerat pasal berlapis, di antaranya, pasal-pasal dari Undang-Undang Minerba, UU Perdagangan serta UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Menurut dia, mencari penghasilan tambahan bagi anggota Polri tidak diharamkan, mengingat gaji aparat penegak hukum nisbi kecil. Namun, kata Poengky, mencari penghasilan dari perbuatan-perbuatan melawan hukum tidak dibenarkan.
Dia mengatakan sebagai aparat penegak hukum, Briptu HSB harus taat hukum.
Jika sampai diduga melakukan kerja-kerja yang melawan hukum, hal tersebut tidak bisa dibenarkan dan harus diproses pidana.
“Harus diakui memang gaji polisi kecil, tetapi yang bersangkutan (Briptu HSB) tidak bisa menggunakan dalih gaji kecil dengan melakukan tindakan ilegal,” ujarnya.
Poengky menyebutkan, ada banyak polisi-polisi jujur yang melakukan hal-hal legal untuk mendapatkan tambahan nafkah.
Seperti yang dilakukan anggota Polisi Lalu Lintas Polres Kota Malang Brigadir Kepala Saladi yang memilih menjadi pemulung daripada menerima suap.
"Masih ingat Pak Seladi? Beliau tidak malu kerja jadi pemulung setelah selesai jam kerja. Apa yang dilakukan Briptu HBS yang melakukan tindakan ilegal untuk mendapatkan keuntungan, bagi saya hal tersebut adalah bentuk keserakahan," tutur Poengky.
Dia mendukung upaya kepolisian menindak tegas Briptu HSB yang diduga melakukan tindak pidana melanggar beberapa aturan hukum.
Perbuatan itu, kata Poengky, layak diberi sanksi pidana dan etik berupa pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
"Jika terbukti, yang bersangkutan layak dihukum pidana dan dikenai sanksi etik PTDH," katanya.
Polda Kaltara, Kamis (21/4) mengamankan barang bukti kasus tambang emas liar yang dimiliki oleh Briptu Hasbudi di di Desa Sekatak Buji, Kecamatan Sekatak, Kabupaten Bulungan.
Briptu HSB diduga terlibat kepemilikan bisnis ilegal seperti baju bekas dan narkotika.
Kemudian, polisi menemukan 17 kontainer berisi pakaian bekas.
Atas kegiatan ilegal itu, Briptu HSB dijerat Pasal 112 Juncto Pasal 51 Ayat 2 UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Termasuk Pasal 51 Ayat 2 Juncto Pasal 2 Ayat 3 Huruf d Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dari Barang Dilarang Impor, dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.
Selain itu, Briptu HSB juga dijerat Pasal 10 UU Nomor 8 Tahun 2020 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dengan ancaman ancaman hukuman penjara maksimal 20 tahun.
Atas kasus tambang emas ilegal milik HSB sebelumnya, pada 30 April 2022, penyidik telah menangkap lima orang lain, yakni MI (koordinator), HS alias Eca (mandor), M alias Maco (penjaga bak), BU (sopir), dan I (sopir truk sewaan). Adapun alat bukti yang sudah diamankan mencakup 3 unit ekskavator, 2 unit truk, 4 drum sianida, dan 5 karbon perendaman.