Ada Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, Wawali Armuji, mantan Wali Kota Surabaya Bambang DH dan Whisnu Sakti Buana, mantan Wali Kota Blitar Djarot Saiful Hidayat, Ketua DPRD Surabaya Adi Sutarwijono, dan sejarawan Unesa Rojil Nugroho Bayuaji.
“Ada banyak upaya penyimpangan sejarah, yang menyebutkan bahwa Bung Karno lahir di Blitar. Hari ini kami ingin menegaskan bahwa Bung Karno lahir di Surabaya, pada 6 Juni 1901, di Kampung Pandean Gang IV, di Kelurahan Peneleh. Jadi Bung Karno itu arek Suroboyo, yang kemudian ditakdirkan dalam keadaan penuh getir berjuang untuk memerdekakan Indonesia,” ujar Eri Cahyadi, Senin (6/6).
Eri menyatakan, Bung Karno dan Surabaya serta Surabaya dan Bung Karno tak dapat lagi dipisahkan. Surabaya bukan hanya tempat lahir Bung Karno.
Lebih dari itu, kota ini ada dalam persenyawaan ideologi hidup Bung Karno. Tak heran jika Bung Karno menyebut Surabaya sebagai ”dapur nasionalisme”.
“Selain tempat kelahiran, Surabaya menjadi takdir Bung Karno setelah ayahnya, Raden Soekemi, mengirimkan sang anak untuk bersekolah di Surabaya dan indekos di rumah Ketua Sarekat Islam Haji Oemar Said Tjokroaminoto, di kawasan Peneleh. Di tempat itulah Bung Karno ditempa menjadi aktivis dan pemikir, yang semuanya itu menjadi awal mula perjuangannya dalam memerdekakan republik ini,” papar Eri.
“Maka ini menjadi spirit bagi kita semua, bagi Pemkot Surabaya, untuk berjuang mengabdi kepada rakyat. Seperti kata Bung Karno, ’Warisi apinya, jangan abunya’. Kita warisi spirit perjuangan Bung Karno untuk menebar lebih banyak lagi kebaikan di Surabaya, kota yang begitu banyak mewarnai hidup Bung Karno,” imbuh Eri.
Mantan Wali Kota Blitar Djarot Saiful Hidayat juga menegaskan bahwa Bung Karno lahir di Surabaya. Djarot menjabat sebagai wali kota Blitar pada 2000-2010.
“Bung Karno lahir di Surabaya, tetapi memang ketika Orde Baru banyak pembelokan sejarah, ada narasi bahwa Bung Karno lahir di Blitar. Sampai sekarang narasi itu banyak dipercaya. Saya kemarin diskusi di Jogjakarta dengan anak-anak muda, saya tanya di mana Bung Karno lahir, 80 persen menjawab Blitar. Maka saya mengapresiasi Pak Eri Cahyadi, kita bergerak bersama bahwa Bung Karno memang lahir di Surabaya,” ujarnya.
Djarot menyebut Bung Karno memang beberapa kali ke Blitar karena rumah sang ibunda berada di sana, yang disebut sebagai Istana Gebang atau Dalem Gebang.
Ketika menjadi presiden, Bung Karno beberapa kali berkunjung ke sana untuk sungkem dan memohon doa dari sang ibunda.
“Karena ibunda Bung Karno selalu bilang ke anaknya, bahwa kamu memang Presiden, tapi kamu tetap anakku. Kalau mau bertemu denganku, jangan undang aku ke Istana, tapi kamulah yang harus ke sini. Maka Bung Karno selalu sungkem ke ibundanya di Blitar. Tapi jelas bahwa Bung Karno lahir di Surabaya,” jelas mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
Mantan Wali Kota Surabaya Bambang DH juga menegaskan bahwa Bung Karno terlahir di Surabaya.
Bambang bercerita ketika menjabat sebagai wali kota, dia bertemu Roeslan Abdulgani, orang dekat Bung Karno yang pernah menjabat sebagai menteri luar negeri di era Presiden Soekarno.
Roeslan adalah arek Suroboyo, tepatnya di kawasan Peneleh.
”Waktu itu dalam bahasa Suroboyo-an, beliau bilang ke saya, ’Mbang (maksudnya Bambang), iku Bung Karno lahir nang Suroboyo,” cerita Bambang DH.
Dari situlah, Bambang kemudian mendorong riset yang kemudian dipimpin oleh Peter A. Rohi, wartawan senior yang ketika itu memimpin Soekarno Institute, hingga ditemukan rumah kecil di Pandean Gang IV Nomor 40 sebagai rumah kelahiran Bung Karno.
Ketua DPRD Surabaya Adi Sutarwijono juga mengusulkan agar tema “Bung Karno lahir di Surabaya” menjadi bagian dari kurikulum lokal yang diajarkan ke para pelajar.
“Sehingga kebenaran sejarah semakin kokoh, bahwa proklamator kita tercinta memang lahir di Surabaya,” ujar Adi.