Ia pun memberondong pertanyaan seputar peranan Kasubag Rapat dan Risalah, Zaenal Afif Subeki dalam pusaran dana hibah pokmas pokir Pemprov Jatim yang menjerat Ketua DPRD Jatim non aktif, Sahat Tua P Simandjuntak dan ajudannya Rusdi di Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa (13/6).
Sebab Rio Vernika Putra menilai bila Zaenal Afif Subeki memiliki keistimewaan dalam mengatur penyaluran dana hibah pokmas pokir 120 anggota DPRD Jatim.
Padahal Zaenal Afif Subeki ini hanya seorang staf yang tugasnya hanya menyiapkan berbagai keperluan para anggota dewan yang akan melakukan rapat.
Alhasil kecurigaan JPU KPK ini terhadap Zaenal Afif Subeki terbukti.
Hal ini terlihat nada bicara Sekwan Provinsi Jatim, Andik Fadjar Tjahjono saat menjawab mulai kelabakan.
Seolah apa yang akan diutarakannya akan mempengaruhi jabatannya.
Ia hanya memberikan sinyal rasa ketakutannya kepada Zaenal Afif Subeki ini.
Menurutnya pada tahun 2012 lalu ada Sekwan yang berupaya untuk menggeser Zaenal Afif Subeki dari jabatannya.
Namun, bukannya Zaenal Afif Subeki yang pindah melainkan Sekwan tersebut malah tergusur dari jabatannya.
"Pernah ada kejadian pada tahun 2012 Afif dipindah oleh sekwan, tapi enggak lama kemudian sekwannya yang pindah," kata Andik Fadjar Tjahjono disusul dengan gelak tawa pengunjung sidang.
Nah, mengetahui adanya jalur yang tidak benar yang dilakukan Zaenal Afif Subeki ini, Andik Fadjar Tjahjono akhirnya memberanikan diri untuk membuat langkah konkret.
“Untuk langkah kongkret mencegah terulang, saya membuat surat ke ketua DPRD. Supaya berikutnya pengajuan dana hibah lebih mengutamakan ke dapil masing-masing,” pungkasnya.
Sementata JPU KPK, Arief Suhermanto mencurigai bila Zaenal Afif Subeki adalah orang yang istimewa di DPRD Jatim.
Meskipun hanya memiliki jabatan Kasubbag, namun ternyata bisa menjadi penghubung urusan penting antara legislatif dengan eksekutif.
Makanya, Arif Suhermanto menegaskan pihaknya bakal mengejar peran Zaenal Afif Subeki.
KPK mencurigai ketika Zaenal Afif Subeki ini setiap kali menjembatani urusan dana hibah aspirator anggota dewan mendapat upah yang cukup banyak.
Buktinya, saat rumah Zaenal Afif Subeki digeledah, KPK juga menemukan uang tunai sebesar Rp1,4 miliar.
“Temuan itu masih dalam penyitaan. Saat ini yang bersangkutan berstatus saksi dan akan kami klarifikasi pada sidang berikutnya,” pungkas Arif.
Selain Sekretaris DPRD (Sekwan) Provinsi Jatim, Andik Fadjar Tjahjono, dalam sidang tersebut jaksa KPK juga menghadirkan saksi lainnya.
Mereka diantaranya Ketua DPRD Jatim, Kusnadi, Wakil Ketua DPRD Jatim, Ahmad Iskandar, Ketua Komisi C DPRD Jatim, Abdul Halim, anggota DPRD Jatim, Suyatmo Priasmoro, A. Ahmad Silahudin, Mochammad Reno Zulkarnaen dan Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jatim, Adhy Karyono.
Seperti diberitakan dalam kasus ini, KPK menjerat Wakil Ketua DPRD Jawa Timur Sahat Tua Simandjuntak sebagai tersangka.
Ia diduga menerima suap terkait dana hibah untuk kelompok masyarakat.
Kasus ini terkait dana hibah yang bersumber dari APBD Pemprov Jatim. Dalam tahun anggaran 2020 dan 2021, APBD Pemprov Jatim merealisasikan dana belanja hibah dengan jumlah seluruhnya sekitar Rp7,8 triliun kepada badan, lembaga, organisasi masyarakat yang ada di Jawa Timur.
Praktik suap diduga sudah terjadi untuk dana hibah tahun anggaran 2020 dan 2021.
Sahat yang merupakan politikus Golkar lalu Ajudannya Ruadi kemudian Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi diduga kemudian bersepakat untuk praktik tahun anggaran 2022 dan 2023.
Dalam dakwaanya terhadap Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Arief Suhermanto mengatakan, uang sebasar Rp39 miliar itu diterima Sahat sebagai kompensasi atas perannya memuluskan proses pencairan dana hibah untuk beberapa Pokmas.
"Dana tersebut diberikan kedua terdakwa pada Sahat agar memberikan jatah alokasi dana hibah pokok-pokok pikiran (Pokir) untuk Tahun Anggaran (TA) 2020 hingga 2022 dan jatah alokasi dana hibah yang akan dianggarkan dari APBD Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2023 sampai dengan 2024 kepada para terdakwa," kata JPU KPK Arief.
Hal yang sama juga dikatakan Majelis Hakim dalam persidangan tersebut, bila Sahat Tua P Simandjuntak mendapat jatah dana hibah sebesar Rp98.003.172.000 untuk 490 Pokmas yang tersebar di Bangkalan, Blitar, Bondowosao, Malang, Mojokerto, Pamekasan, Sampang dan Situbondo.
Pada TA 2021 sebesar Rp66.322.500.000 untuk 377 Pokmas yang tersebar di Bangkalan, Blitar, Bodowoso, Jember, Jombang, Kediri, Lumajang, Magetan, Malang, Pamekasan, Probolinggo, Sampang, Sidoarjo, Situbondo, Sumenep, Tuban, dan Tulungangung.
Berikutnya TA 2022 sebesar Rp77.598.394.000 untuk 655 Pokmas yang tersebar di Bangkalan, Bondowoso, Gresik, Jember, Ngawi, Pamekasan, Pasuruan, Sampang, Sidoarjo, Situbondo, dan Sumenep.
Sedangkan untuk TA 2023 sebesar Rp28.555.000.000 untuk 151 Pokmas yang tersebar di Bangkalan, Lumajang, Ngawi, Pacitan, Pamekasan, Sampang, dan Sumenep.
Wakil Ketua DPRD Jatim dari Fraksi Partai Golkar, Sahat Tua P Simanjuntak yang disuap Hamid dan Ilham secara ijon sejak proyeksi APBD Tahun Anggaran (TA) 2020 hingga 2023 mengantongi hingga Rp39,5 miliar yang diberikan secara bertahap.
Sahat sebelumnya tercatat sebagai anggota DPRD Jatim periode 2009-2014 dan 2014-2019 mengantongi jatah alokasi hibah pokir hingga Rp270 miliar dari APBD sejak TA 2020 dari total hibah Rp8,2 triliun untuk seluruh anggota DPRD Jatim.
Dalam kasus ini, Sahat Tua P Simandjuntak didakwa dengan dua pasal. Pertama terkait penyelenggara negara Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN), Pasal 12 huruf a Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.