Surabaya - KABARPROGRESIF.COM Pakar Komunikasi Politik Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Prof. Dr. Suko Widodo memandang popularitas sebagai salah satu sarat untuk berkompetisi memperebutkan kursi wali kota setempat, pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
"Kalau untuk Pilkada Surabaya tentu orang-orang yang punya popularitas, saya rasa itu saratnya," kata Suko, Senin (1/4).
Beberapa nama yang dinilainya punya kompetensi dalam aspek popularitas adalah Eri Cahyadi, Armuji, dan Hadi Dediyansah.
Untuk nama Eri Cahyadi dan Armuji merupakan petahana.
Keduanya menjabat sebagai Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surabaya.
Sedangkan Hadi Dediyansah atau Cak Dedi adalah anggota DPRD Jawa Timur.
Dia santer dikabarkan maju di kontestasi Pilkada Surabaya tahun 2024.
Selain ketiga nama itu, Suko menyebut musisi papan atas yang juga calon legislatif DPR RI terpilih Ahmad Dhani juga patut diperhitungkan potensinya.
Sebab jika mengacu pada popularitasnya, Dhani sudah memiliki banyak modal ketenaran.
"Kalau tidak populer akan berat untuk masuk kancah perpolitikan Surabaya," ucapnya.
Dia menjelaskan pengaruh faktor popularitas didasari oleh karakteristik masyarakat Surabaya yang notabenenya sebagai kawasan metropolitan.
"Tidak berbasis lagi pada ideologi partai, tetapi lebih pada hubungan personalitas atau dalam artian dia itu terkenal atau tidak," ujarnya.
Selain aspek popularitas, Suko menyatakan relasi atau jaringan sosial dan politik memiliki andil untuk lebih mendongkrak popularitas yang dimiliki.
"Misalnya dia ada di organisasi apa, harus punya dasar komunitas yang terukur," kata dia.
Sementara, Suko Widodo menambahkan untuk persoalan partai politik, hal itu dinilainya tidak begitu berdampak pada pola ketertarikan seseorang menjatuhkan pilihan pada Pilkada Surabaya.
"Tidak seperti dulu dimana orang kalau membela partai habis-habisan. Tingkat perubahan tinggi sekali," tutur dia.
Oleh karena itu, untuk memenangkan Pilkada Surabaya partai politik harus menyelaraskan antara sosok bakal calon wali kota dan bakal wakil wali kota.
"Harus cari pasangan yang bisa memenuhi persyaratan sehingga bisa sama-sama mendulang suara, misalnya wali kota punya popularitas sedangkan wakilnya kuat di jaringan," pungkasnya.