Antusiasme masyarakat dari berbagai daerah tidak pernah surut setiap kali Pemkot Surabaya menggelar festival tahunan ini.
Festival Rujak Uleg 2024 yang mengusung tema ‘The History of Rujak Cingur’ ini, juga dihadiri oleh jajaran Forkopimda Kota Surabaya, Perguruan Tinggi hingga tamu delegasi dari berbagai negara.
Menariknya, dalam Festival Rujak Uleg hari ini, ada penampilan teatrikal bertema Pasar Suroboyo hingga fashion show busana ‘Akulturasi Budaya Surabaya’.
Dalam fashion show busana itu, ada sekitar 128 peserta yang diikuti oleh jajaran organisasi perangkat daerah (OPD) Pemkot Surabaya.
Masing-masing peserta fashion show itu, memperagakan busana Surabaya European Style, Surabaya Oriental Looks, Surabaya Ampel's Fusion, dan Surabaya Local Pride.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi dan Wakil Wali Surabaya Kota Armuji tampak hadir dalam festival Rujak Uleg 2024.
Mereka berdua hadir di tengah masyarakat bukan sekadar menjadi tuan rumah, akan tetapi juga sebagai pemeran utama dalam teatrikal Pasar Suroboyo.
Tak mau ketinggalan, istri Wali Kota Eri Cahyadi, Rini Indriyani turut hadir sekaligus menjadi bagian dari teatrikal tersebut.
Wali Kota Eri Cahyadi mengungkapkan alasan dipilihnya tema ‘The History of Rujak Cingur’ dalam Festival Rujak Uleg 2024.
Menurutnya, rujak uleg adalah simbol dari rasa kebersamaan, toleransi, persatuan, kesatuan, dan gotong royong warga Surabaya.
“Tadi kan disampaikan bagaimana cerita teatrikal sedikit, Surabaya diduduki Belanda. Ketika itu, Belanda meminta agar warga pindah dari Kota Surabaya untuk dikuasai. Tetapi, bagaimana warga Surabaya menjadi satu kesatuan mengusir Belanda, dan itu dituangkan di dalam rujak uleg,” ungkap Wali Kota Eri Cahyadi.
Wali Kota Eri menjelaskan, rujak uleg diibaratkan sebagai Kota Surabaya, yang didalam terdapat berbagai suku, agama, serta lapisan masyarakat menjadi satu bagian.
“Seperti rujak uleg, tanpa ada cingur, maka tidak akan terasa. Tanpa ada petis juga akan hambar. Maka dari itu, Surabaya tanpa ada agama Kristen maka terasa hambar, tanpa ada agama Islam juga tidak akan terasa, tanpa ada agama Buddha juga tidak akan terasa. Begitu pula tanpa ada suku, Tionghoa, Jawa, Madura, semuanya tidak akan terasa, maka itulah Surabaya dibangun atas nama kebersamaan seperti rujak uleg,” jelas Wali Kota Eri.
Wali Kota Eri tidak ingin Surabaya dibangun hanya dari pemerintah kotanya, akan tetapi dibangun dengan rasa kebersamaan, kekeluargaan, dan gotong royong bersama warga dan seluruh stakeholder yang ada.
“Jadi bukan seperti Rambo yang ‘one man show’ yang menampilkan pekerjaanya sendiri. Tetapi Surabaya ini seperti rujak uleg, maka dari itu Surabaya berhasil menurunkan angka stunting hingga kemiskinan,” tutur Wali Kota Eri.
Dalam Festival Rujak Uleg 2024 bertema ‘The History of Rujak Cingur’ ini, Pemkot Surabaya menyajikan 731 porsi rujak uleg.
Jumlah porsi rujak uleg yang disuguhkan kepada masyarakat kali ini, disesuaikan dengan angka Peringatan Hari Jadi Kota Surabaya (HJKS) ke-731.
Selain itu, ada 800 porsi rujak uleg yang disajikan dan dibagikan oleh 432 peserta Festival Rujak Uleg 2024 kepada ribuan pengunjung.
Di Peringatan HJKS ke-731 kali ini, ia ingin mewujudkan Kota Surabaya yang lebih sejahtera ke depannya.
Dalam mewujudkan Surabaya yang sejahtera, maka Pemkot Surabaya akan membentuk Kampung Madani untuk bersama-sama menurunkan kemiskinan hingga stunting.
“Kita terus bersama, mewujudkan Surabaya yang sejahtera, karena kita belum membentuk Kampung Madani, kampung yang penuh peradaban di seluruh Kota Surabaya. Karena dengan kebersamaan seperti Rujak Uleg, maka kemiskinan di Surabaya turun menjadi 4,6 persen, dan stuntingnya kemarin 1,6 persen terendah se-Indonesia, nah ini menunjukkan kebersamaan,” sebutnya.
Dirinya berharap, warga Surabaya tetap menjaga rasa kebersamaan dan kekeluarga yang telah dibangun saat ini.
Ia menilai, Surabaya saat ini masih belum merdeka dari kemiskinan, stunting, hingga putus sekolah.
“Maka dari itu kita membutuhkan kekuatan kebersamaan seperti filosofi Rujak Uleg, menjadi satu bagian besar dan membentuk Kampung Madani, kampung yang beradab untuk mewujudkan kesejahteraan warga Surabaya,” harapnya.
Ia menerangkan, tema Festival Rujak Uleg akan berbeda di setiap tahunnya.
Perbedaan tema itu tidak hanya untuk menarik minat masyarakat, akan tetapi juga dilihat dari segi venue yang digunakan.
Menurutnya, kapasitas di masing-masing tempat itu berbeda. Kalau di balai kota, bisa menampung sekitar 8000 lebih pengunjung.
“Kalau kita mengenang Kota Lama, maka akan kembali ke Kota Lama, akan tetapi jikalau nanti itu terkait tema berbeda itu bisa di Balai Kota. Sehingga tema akan mempengaruhi tempat. Nah, kalau di Kya-Kya kelihatannya penuh tapi (kapasitasnya) tidak sepenuh di Balai Kota,” terangnya.
Orang nomor satu di lingkungan Pemkot Surabaya itu mengungkapkan, pemilihan lokasi Festival Rujak Uleg tidak hanya ditentukan oleh jajaran pemkot, akan tetapi juga ada yang diambil dari masukan warga Surabaya.
“Kemarin juga ada permintaan dari warga yang masuk melalui Aplikasi Wargaku, ada yang meminta tahun depan digelar malam. Nah, nanti mungkin bisa malam hari di Balai Kota atau di tempat mana yang disesuaikan dengan tema,” pungkasnya.