Tujuan dari pemutakhiran data tersebut, adalah untuk mengetahui secara riil jumlah penduduk di Kota Surabaya.
Selain untuk mengetahui jumlah warga, tujuan pemkot melakukan pemutakhiran data tersebut untuk kesejahteraan warga Kota Surabaya.
Pemkot melalui Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Surabaya ingin, ketika semua data warga itu valid secara riil, maka akan memudahkan untuk melakukan penataan intervensi kepada warga.
Nah, jika nantinya data warga itu valid sesuai dengan nama, alamat, dan domisilinya, maka pemkot akan lebih mudah dan tepat sasaran dalam memberikan intervensi kepada warga Surabaya.
“Baik itu intervensi di bidang sosial, kesehatan, pendidikan, hingga ekonomi. Nah, itu bisa tepat sasaran. Sehingga kita juga bisa melihat, berapa sih sebenarnya jumlah warga Kota Surabaya yang berhak mendapatkan UHC (Universal Health Coverage). Sehingga data warga yang harus di-cover oleh pemkot BPJS-nya itu betul-betul valid, sesuai dengan jumlah riil warga Surabaya,” kata Kepala Dispendukcapil Surabaya, Eddy Christijanto, Jumat (5/7).
Dengan adanya pemutakhiran data penduduk ini, lanjut Eddy, juga akan menghemat Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), sehingga bisa bermanfaat untuk kepentingan pembangunan dan masyarakat di Kota Surabaya.
Maka dari itu, Eddy menegaskan kepada seluruh warga Surabaya untuk tidak khawatir, ataupun resah dengan isu pemblokiran data kependudukan.
“Kami harap warga tenang, data ini aman, tidak ada pemblokiran, belum ada penonaktifan, dan ini (pemutakhiran) adalah bentuk permintaan partisipasi masyarakat untuk meng-update datanya masing-masing kepada pemkot, melalui kelurahan masing-masing,” tegas Eddy.
Eddy menerangkan, pemutakhiran data ini sudah berjalan sejak tahun 2023.
Pada saat itu, Pemkot Surabaya melalui kelurahan dengan dibantu RT/RW, melakukan verifikasi penduduk berdasarkan domisilinya.
“Nah, dari verifikasi saat itu, output yang pertama adalah (memastikan), warga yang ada di Kota Surabaya. Terus yang kedua, adalah warga yang tidak diketahui, ketiga adalah warga yang pindah ke luar kota, dan keempat adalah warga yang meninggal,” terang Eddy.
Berdasarkan hasil verifikasi di lapangan saat itu, Dispendukcapil Surabaya menemukan sebanyak 97.407 jiwa yang tidak diketahui posisinya dan berpindah ke luar kota.
Adanya temuan tersebut, pemkot ingin memastikan kembali, 97.407 jiwa itu apakah masih berdomisili di Kota Surabaya atau sudah menetap di kota lain.
“Ketika saya buka kembali data itu di Juni 2024, kemudian data ini kami klarifikasi kembali kepada warga, untuk memastikan warga yang tidak diketahui dan pindah ke luar kota. Nah, klarifikasi itu kemudian kami umumkan di website Dispendukcapil untuk mendapatkan klarifikasi secara langsung dari masyarakat,” paparnya.
Klarifikasi data ini, ditujukan kepada warga yang masuk ke dalam kategori-kategori berikut ini.
Yang pertama yaitu, warga yang namanya terdaftar di dalam website, namun alamatnya sudah sesuai dengan domisili yang tertera di KTP.
Menyikapi hal ini, warga hanya cukup membuat surat pernyataan tanpa materai, dengan diketahui oleh ketua RT/RW dan lurah setempat.
“Setelah itu, nantinya akan dilakukan pembetulan status domisilinya. Berarti warga tersebut posisinya ada di alamat tersebut,” katanya.
Yang kedua, warga yang pindah alamat, namun domisili berbeda kecamatan, akan tetapi masih di dalam satu wilayah Kota Surabaya.
Ia mengimbau, sebaiknya warga tersebut agar berpindah alamat menyesuaikan domisili yang ditempatinya saat ini.
“Misalnya, dari Kecamatan Tambaksari kemudian berpindah ke Kecamatan Gubeng. Nah, itu diupayakan agar berpindah ke Kecamatan Gubeng. Kalau semisal pemilik rumah yang ditempati keberatan untuk dijadikan alamat, tetap di alamat yang lama saja, akan tetapi juga membawa surat pernyataan,” ujarnya.
Sedangkan yang ketiga, ia menyebutkan, jika ada anggota keluarga yang tinggal di luar kota, seperti sedang kuliah atau bekerja sementara.
“Nah itu termasuk ada, karena orang tuanya masih di Surabaya,” sebutnya.
Lalu yang keempat, ditujukan kepada warga yang sudah berpindah ke luar kota. Dengan catatan, sudah tidak memiliki tempat tinggal atau rumah dan keluarga, di Kota Surabaya.
Maka, warga yang bersangkutan dimohon segera mengajukan surat permohonan keterangan pindah ke kabupaten/kota yang dituju.
Kemudian yang kelima, adalah warga yang sudah dinyatakan meninggal dunia. Maka, ia meminta kepada ahli warisnya untuk segera mengajukan akta kematian ke ketua RT/RW dan kelurahan setempat.
Ia menjelaskan, setelah seluruh data warga itu diumumkan melalui web Dispendukcapil Surabaya pada 21 Juni - 3 Juli 2024, warga yang sudah melakukan verifikasi sebanyak 27.431 jiwa.
Dari jumlah tersebut, yang diketahui posisinya saat ini ada 26.050 jiwa, kemudian warga yang meninggal dunia sedikitnya ada 27 jiwa.
Sedangkan warga yang telah berpindah ke luar kota ada 656 jiwa, dan warga yang tidak diketahui posisinya ada 698 jiwa.
Sementara ini, sampai dengan 3 Juli 2024, warga yang belum melakukan verifikasi data ada sebanyak 69.976 jiwa.
“Yang perlu saya sampaikan adalah, data itu belum dilakukan penonaktifan. Karena yang mempunyai kewenangan untuk melakukan penonaktifan adalah Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil,” jelasnya.
Ia menambahkan, pemutakhiran dan verifikasi data warga ini dilakukan sampai 1 Agustus 2024.
Setelah, tanggal tersebut, Dispendukcapil Surabaya akan mengumumkan kembali data warga yang belum melakukan verifikasi, mulai 2-17 Agustus 2024.
“Nah, setelah kita umumkan itu, bagi yang merasa belum konfirmasi, diharap segera bisa melakukan konfirmasi. Kemudian, data yang sampai dengan 17 Agustus 2024 belum dilakukan konfirmasi, nantinya akan dilaporkan ke Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Artinya, warga ini tidak diketahui keberadaanya,” tambahnya.
Dia menegaskan kembali, tujuan verifikasi data ini adalah untuk memberikan kesejahteraan kepada warga di Kota Surabaya.
Artinya, lanjut dia, jika data seluruh warga itu valid sesuai dengan nama, alamat, dan domisilinya, maka pemkot akan bisa tepat sasaran dalam memberikan intervensi.
Menurutnya, adanya pemutakhiran data ini akan memudahkan pengaturan ketepatan bantuan pendidikan, jaminan kesehatan (berobat gratis), bantuan sosial, penanganan pengangguran, masalah sosial, dan sebagainya.
Sehingga tertib administrasi kependudukan ini menjadi kunci bagi suksesnya program pembangunan.
“Contoh mudahnya begini. Ada warga kurang mampu bernama Pak Budi yang sudah menetap puluhan tahun di Kelurahan Klampis Ngasem, Kecamatan Sukolilo, tapi KK-nya tercatat di Kelurahan Bendul Merisi, Kecamatan Wonocolo. Pak Budi tentu akan kesulitan mendapatkan intervensi pemerintah karena pemberian intervensi dapat dilakukan pada warga yang tinggal di alamat sesuai KTP/KK-nya,” jelasnya.
Ia menambahkan contoh mudah lainnya, ketika ada perusahaan yang beroperasi di Kelurahan Manyar Sabrangan, hendak menyalurkan bantuan tanggung jawab sosialnya berupa CSR.
Tentunya, prioritas pertama adalah warga yang ber-KTP di wilayah kelurahan tersebut dan pasti berkoordinasi dengan kelurahan setempat.
“Nah, ternyata di sana ada warga bernama Pak Edi (sekadar contoh), dia warga miskin yang layak mendapat bantuan, tetapi ber-KTP Kelurahan Menur Pumpungan, yang akhirnya tak memperoleh bantuan tersebut. Dengan pemutakhiran data, maka Pak Edi pada fase pemberian bantuan berikutnya bisa mendapatkan haknya,” pungkasnya.