Mataram - KABARPROGRESIF.COM Terpidana korupsi tambang pasir besi di Lotim, Po Suwandi berencana mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Direktur PT Anugerah Mitra Graha (AMG) itu akan menggugat Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB, setelah dieksekusi ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA, Kuripan Lobar untuk menjalani pidana penjara selama 13 tahun.
“Memang menjadi kewenangannya dia (jaksa) untuk eksekusi. Nanti kita lakukan upaya (gugat ke PTUN), kita lagi persiapkan untuk gugat surat eksekusinya,” kata Lalu Kukuh Kharisma, penasihat hukum Po Suwandi, Jumat (20/9).
Jaksa mengeksekusi Po Suwandi ke Lapas Kelas IIA Kuripan, Lobar Kamis (19/9) saat datang wajib lapor ke Kejati NTB atas tahanan kota yang dijalani.
Surat eksekusi itu ditandatangani kliennya, Po Suwandi di Lapas Kuripan.
“Sebenarnya, kemarin kan tidak mau ditandatangani (surat eksekusi), tapi ya apa boleh buat. Namanya mereka (jaksa) melakukan tindakan hukum, kewenangan mereka (jaksa),” ungkapnya.
Karena tidak ada pilihan lain selain menandatangani surat eksekusi, pihaknya akan menempuh jalur hukum juga.
Dengan menggugat surat eksekusi jaksa tersebut secara hukum di PTUN.
“Mau bagaimana kan. Kemarin kan sebenarnya tidak mau ditandatangani karena tahanan kota, salinan putusan belum ada, pertimbangan hakim (putusan kasasi) kan belum jelas seperti apa,” ujarnya.
Gugatan ke PTUN akan dilayangkan Pada Senin (20/9).
Sejumlah dokumen gugatan sedang dipersiapkan.
Yang menjadi dasar pertimbangan menggugat eksekusi itu karena belum ada salinan lengkap putusan kasasi dari Mahkamah Agung (MA).
”Jadi, eksekusi mereka (jaksa) itu melanggar KUHAP, yang harus menunggu salinan baru bisa dieksekusi, begitu. Sejauh ini (kami) belum menerima salinan lengkap karena belum dikirim,” sebutnya.
Po Suwandi salah satu dari delapan terdakwa kasus korupsi tambang pasir besi di Dusun Dedalpak, Desa Pohgading, Kecamatan Pringgabaya, Lotim tahun 2021-2022.
Jaksa eksekutor menjebloskannya ke lapas berdasarkan petikan kasasi dari Mahkamah Agung (MA) yang telah diterima dari Pengadilan Negeri (PN) Mataram.
Dalam putusan kasasi MA nomor : 4960 K/Pid.Sus/2024 tertanggal 28 Agustus 2024 itu, hakim menyatakan menolak permohonan kasasi penuntut umum dan terdakwa Po Suwandi.
“Dia kasasi, kita juga kasasi. Kasasi itu ditolak, jadinya menguatkan putusan Pengadilan Tinggi (PT) NTB. Status tahanan kota itu dihapus. Kembali menjatuhkan pidana penjara 13 tahun. Itu yang menjadi pertimbangan,” kata Wakil Kepala Kejati NTB Dedie Tri Haryadi.
Kendati pelaksanaan eksekusi hanya bermodalkan petikan putusan kasasi, Dedie memastikan itu bukan jadi masalah.
“Yang penting udah dapat petikan putusan. Itu resmi kok,” tegasnya.
Sebelum dijebloskan ke sel tahanan, Po Suwandi merupakan tahanan kota.
Ia ditetapkan sebagai tahanan kota oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Mataram yang diketuai Isrin Surya Kurniasih, yang sebelumnya merupakan tahanan rutan.
Seiring berjalannya waktu dalam proses persidangan tingkat pertama itu, Po Suwandi dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana Pasal 2 Ayat (1) Juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Po Suwandi dijatuhi pidana penjara selama 13 tahun dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan. Serta membebankan Po Suwandi untuk membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 17,7 miliar subsider 6 tahun kurungan penjara.
Dalam amar putusan hakim tingkat pertama, menetapkan PO Suwandi tetap berada dalam tahanan kota.
Kasus ini berlanjut ke upaya hukum tingkat banding pada Pengadilan Tinggi (PT) NTB. Terdakwa mengajukan banding dan dilawan jaksa penuntut.
Dalam putusan hakim banding yang diketuai Gede Ariawan, menerima permintaan banding dari kedua belah pihak tersebut.
Putusan banding dengan nomor : 2/PID.TPK/2024/PT MTR itu, hakim menguatkan putusan Pengadilan Tipikor Mataram Nomor 17/Pid.Sus-Tpk/2023/PN.Mtr, tanggal 5 Januari 2024 yang dimohonkan banding.
Tidak ada perubahan sama sekali, akhirnya terdakwa menempuh upaya hukum tingkat kasasi pada MA. Hasilnya, MA menolak permohonan kasasi tersebut.
Petikan putusan kasasi dengan perkara Nomor: 4960 K/Pid.Sus/2024 tertanggal 28 Agustus 2024, yang menolak permohonan kasasi penuntut umum dan terdakwa Po Suwandi itu yang menjadi landasan Kejati NTB mengeksekusi penahan Po Suwandi.
Diketahui, pengerukan yang dilakukan PT AMG di Dusun Dedalpak, Desa Pohgading, Kecamatan Pringgabaya tersebut tanpa mendapatkan persetujuan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) dari Kementerian ESDM.
Aktivitas penambangan yang dilakukan tanpa RKAB itu berlangsung dalam periode 2021 sampai 2022.
Dengan tidak ada persetujuan itu, mengakibatkan tidak ada pemasukan kepada negara dari sektor penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Berdasarkan hasil audit BPKP NTB, kerugian negara yang muncul sebesar Rp 36,4 miliar.