Surabaya - KABARPROGRESIF.COM Erlan Jaya Putra, Penasehat hukum (PH) Siska Wati menganggap penanganan kasus pemotongan dana insentif ASN BPPD Sidoarjo tak profesional.
Pasalnya hingga kini kasus yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini hanya ada tiga orang saja yang dijadikan terdakwa.
Ketiga orang tersebut yakni Mantan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor, Kepala BPPD Sidoarjo, Ari Suryono dan Kasubbag Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo Siska Wati.
Apalagi salah satu terdakwa yakni Siska Wati menjabat sebagai Kasubbag BPPD Sidoarjo.
Padahal diatas jabatan Siska Wati masih ada 4 pimpinan lainnya yakni 3 Kepala Bidang (Kabid) dan 1 sebagai Sekretaris.
“Ini ironi negara kita. Bagaimana seorang bawahan di sini menjadi tersangka, kabid dalam pertimbangan hukumnya terlibat dalam hal ini turut membantu kejahatan,” kata Erlan, Kamis (10/10).
Makanya dengan pertimbangan hukum ini adanya dugaan keterlibatan para Kabid dan Sekretaris disinilah tantangan bagi KPK untuk mengulik kasus ini.
Jika hal itu tak dilakukan oleh KPK maka ada indikasi terjadi tebang pilih.
“Pertimbangan itu harus ditindaklanjuti KPK. Nama baik KPK tercoreng tebang pilih,” tegasnya.
Tak hanya Kabid hingga Sekretaris di lingkungan BPPD Sidoarjo, namun menurut Erlan ada juga keterlibatan aparat penegak hukum di jajaran Kejari setempat yang turut menikmati dana potongan insentif ASN BPPD Sidoarjo.
Untuk itu Erlan juga mendesak KPK segera mengusut oknum-oknum termasuk penegak hukum yang juga terlibat.
“Ada 4 orang itu yang internal. Di luar itu, ada penagak hukum terlibat yang diduga menerima ratusan juta harus diusut dan tindaklanjuti,” pungkasnya.
Seperti diberitakan Majelis hakim Pengadilan Tipikor Surabaya menjatuhkan vonis 4 tahun penjara terhadap mantan Kasubbag Umum dan Kepegawaian Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo Siska Wati.
Siska dinilai turut terbukti melakukan korupsi pemotongan dana Insentif pegawai BPPD Sidoarjo.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Siska Wati dengan pidana penjara selama 4 tahun penjara dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan," kata Ketua Majelis Hakim Ni Putu Sri Indayani dalam sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya, Rabu (9/10).
Tak hanya itu, Majelis Hakim juga menjatuhkan pidana denda kepada Siska Wati.
Nah jika pidana denda tersebut tak dibayar maka Siska Wati akan menjalani hukuman penjara selama 3 bulan.
"Dan pidana denda sebesar Rp 300 juta subsider pidana kurungan selama tiga bulan," sambung Ketua Majelis hakim Ni Putu Sri Indayani.
Usai membacakan putusan vonis, Ketua Majelis Hakim meminta Siska Wati mengambil sikap.
Apakah Siska menerima putusan vonis tersebut atakah melakukan upaya hukum yang kebih tinggi.
Makanya Majelis Hakim Ni Putu Sri Indayani meminta Siska Wati agar berkoordinasi dengan penasehat hukumnya.
"Kami melakukan upaya banding yang mulia," jawab penasehat hukum Siska Wati.
Sementara JPU KPK belum memberikan kepastian.
"Masih Pikir-pikir yang mulia," tandas JPU KPK Andri Lesmana.
Vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor ini lebih rendah dari tuntutan Jaksa yang sebelumnya menuntut 5 tahun penjara denda Rp300 juta subsider 4 bulan.
Dalam kasus ini Siska Wati didakwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melanggar pasal 12 huruf f Undang-Undang Tipikor.
Pasal 12 huruf (f) tersebut berbunyi, Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum.