Surabaya - KABARPROGRESIF.COM Empat bulan terakhir ini, menuju senja atau dikala matahari mulai turun merupakan waktu yang Supardi (62) nanti-nantikan.
Seorang pengayuh becak asal Surabaya, yang merangkap mencari nafkah di kawasan Kota Lama Zona Eropa.
Hal tersebut bukan tanpa alasan, lantaran rejekinya naik berkali lipat setelah kawasan yang sarat akan keindahan dan nilai sejarah era kolonial itu, direvitalisasi oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya.
Roda perekonomian warga Kebalen itu, mulai membaik sejak ia dipercaya menjadi pengkayuh becak wisata.
Becak wisata Kota Lama bisa ditemukan berjajar di samping Plaza Outdoor Gedung Internatio.
Secara bergantian mereka mengantar para wisatawan untuk berkeliling sambil belajar sejarah.
Seperti yang dilakukan Supardi sore itu, Minggu (3/11/2024).
Kayuhan becaknya yang bertenaga mengantarkan seorang wisatawan asal Malang berkeliling mengitari rute Jalan Rajawali - Jembatan Merah - Jalan Coklat - Jalan Mliwis - Jalan Prajak hingga Jalan Glatik.
Baginya, rutinitas ini sangat menyenangkan daripada sepi penumpang.
Sebab, transportasi bermodalkan tenaga manusia seperti becak mulai ditinggalkan peminatnya sejak beberapa tahun lalu.
"Enak sekarang, ketimbang dulu sepi tidak ada yang naik (becak). Waktu diresmikan (Kota Lama) Pak Eri Cahyadi itu mulai ramai yang datang," kata Supardi menceritakan.
Sebelum revitalisasi Kota Lama Zona Eropa dilakukan, Supardi hanya mengandalkan penumpang becak dari aktivitas perdangan di Jembatan Merah Plaza (JMP).
Mirisnya, tidak setiap hari dirinya mendapatkan penumpang.
"Satu minggu kadang tidak dapat penumpang sama sekali, jarang dapat uang. Tapi saya tidak sedih soalnya sudah biasa," ungkapnya sambil tersenyum.
Ketabahannya pun membuahkan hasil. Kini, dari wisatawan Kota Lama rejeki itu datang.
Setiap harinya ia bisa membawa satu hingga empat orang berkeliling kawasan yang menjadi saksi bisu masa kolonial hingga era kemerdekaan.
Pundi - pundinya akan bertambah ketika hari sabtu dan minggu tiba. Wisatawan cukup membayar Rp 20 ribu untuk menikmati suasana Kota Lama dengan becak wisata.
"Sekarang mesti dapat (uang). Bisa Rp 20 sampai Rp 40 ribu sehari. Bisa dapat Rp 100 ribu kalau hari Sabtu dan Minggu, soalnya ramai banyak orang dari luar kota," terangnya.
Di usia senjanya, Supardi tak terlalu menginginkan banyak hal. Asal, ia bisa makan tanpa berhutang sudah lebih dari cukup.
"Pokoknya cukup untuk makan tanpa berhutang, sudah Alhamdullilah," ucap Supardi sembari terus mengayuh becaknya.
Dampak perputaran roda perekonomian adanya Kota Lama Surabaya, tak hanya dirasakan Supardi.
Helmi Yazid seorang mahasiswa yang sedang menunggu kelulusan juga merasakannya.
Sembari menyelesaikan skripsi, Helmi bekerja menjadi driver mobil klasik Toerwagen.
Pemuda asal Krembangan Utara itu,
awalnya ditawari oleh pengurus Karang Taruna kecamatan untuk menjadi
driver mobil klasik Toerwagen.
Sebab, Pemkot Surabaya ingin warga sekitar terlibat langsung dalam pengembangan Kota Lama.
"Saya ditawari oleh Karang Taruna kecamatan dan langsung menyerahkan CV untuk proses wawancara. Ada training dan pembekalan sejarah Kota Lama yang diberikan Pemkot Surabaya sebelum mulai bekerja," kata Helmi.
Sejak tiga bulan lalu, Helmi pun memiliki pendapatan sendiri tanpa harus bergantung kepada orang tuanya.
Setiap bulan ia mendapatkan gaji dan uang makan dari Pemkot Surabaya yang mengelola mobil klasik Tourwagen.
"Gaji dan uang makan, itu diluar dari tip yang diberikan wisatawan. Alhamdulilah secara penghasilan saya sudah tidak merepotkan orang tua," ungkap Helmi.
Bagi Gen Z seperti Helmi, pekerjaan ini banyak memberikan pengalaman baru.
Setiap hari ia bertemu dengan orang baru dan bisa bercerita kepada mereka tentang sejarah yang terkandung di setiap spot Kota Lama.
"Asyiknya wisatawan yang datang bukan hanya dari Surabaya tapi luar kota dan beberapa dari luar negeri. Jadi saya punya pengalaman baru saat memandu mereka berkeliling," terangnya.
Dengan biaya mulai Rp 20 ribu, wisatawan bisa diajak berkeliling menggunakan Tourwegen melintasi heritage Kota Lama.
Mulai area Penjara Kalisosok, De Javasche Bank, Gedung Internatio, Jembatan Merah Plaza, hingga Hotel Arcadia.
Wisatawan juga diajak mampir berkunjung ke Pabrik Sirup Siropen, Pos Bloc, kemudian melintas di depan Museum Hidup Polrestabes Surabaya, Gereja Santa Perawan Maria, dan Gedung PTPN.
Sebenarnya, dampak kebangkitan ekonomi dengan adanya wisata heritage Kota Lama tak hanya dirasakan Supardi dan Helmi.
Tetapi semua masyarakat yang membuka usaha untuk mendukung pengembangannya.
Mulai dari paket wisata naik Jeep, persewaan sepeda tua, atau sepeda listrik untuk berkeliling di sekitar Kota Lama hingga bersewaan busana lengkap dengan fotografernya, semuanya ada dan tersedia.
Pembangunan infrakstruktur yang memberikan dampak ekonomi bagi masyarakatnya, memang menjadi visi dari Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi ketika melakukan revitalisasi Kota Lama Surabaya.
"Kawasan Kota Lama dihidupkan untuk mengingat sejarah (Jas Merah) dan menghidupkan denyut nadi perekonomian di Kota Surabaya," kata Eri saat meresmikan Kota Lama Zona Eropa pada (3/7/2024).
Revitalisasi yang dilakukan bukan hanya memperbaiki bangunan tua yang sudah ada, tetapi juga mengembalikan fungsi asli dari bangunannya.
Gedung - gedung yang dahulu digunakan sebagai kantor pemerintahan atau pusat perdangangan, kembali difungsikan untuk menjadi daya pikat wisatawan dan perkembangan ekonomi di Kota Surabaya.
Eri berharap, kembali bersinarnya Kota Lama Zona Eropa mampu pengerakan zona lainnya, yang selama ini belum menjadi pusat keramaian.
Diketahui, Pemkot Surabaya terus berupaya melakukan revitalisasi dan integrasi pada empat kawasan sejarah, yaitu Pecinan, Eropa, Arab dan Melayu.
Terbaru, Wali Kota Eri akan mengintegrasikan keempat kawasan tersebut melalui tranportasi jalur air.
Tranportasi itu akan berbentuk perahu yang melintasi Gunung Sari hingga Jembatan Petekan.
"Ini untuk menghidupkan fungsi sungai Kalimas. Termasuk juga didalamnya mengintegrasikan kawasa sejarah, yang nantinya akan lewati perahu. Realisasinya tahun 2025," papar Eri.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, dan Olahraga, serta Pariwisata (Disbudporapar) Hidayat Syah mengatakan, tranportasi air untuk integrasi empat zona wisata sejarah tengah disiapkan.
"Awal tahun 2025 kita siapkan untuk transortasi air. Dari mulai jalurnya, kesiapan armada serta mempercantik taman di sepanjang sungai Kalimas sedang dalam proses persiapan," terang Hidayat.
Selain transporasi air, pihaknya juga menargetkan pengerjaan kawasan Arab pada tahun 2025. Sehingga integrasi dan kesiapan tempat wisatanya bisa selesai bersamaan.
"Sebelumnya Kya - Kya (Pecinan) sudah dikerjakan (revitalisasi), lalu berlanjut ke Zona Eropa dan tahun depan pengerjaan untuk kawasan Arab. Sudah ditertibkan mulai sekarang (kawasan Arab)," jelasnya.
Dalam pengembangan Kota Lama, Hidayat menyampaikan akan menerapkan digitalisasi terpadu.
Digitalisasi dapat membantu mendokumentasikan sejarah, menghidupkan kembali nilai kebudayaan lokal dan memberikan pengalaman edukatif yang lebih interaktif bagi masyarakat.
"Selain itu, digitalisasi akan semakin mempermudah masyarakat khususnya Gen Z untuk mengakses informasi di Kota Lama. Ini akan kita lakukan ke depan," imbuhnya.
Hidayat menambahkan, untuk menjaga
denyut nadi perekonomian yang sudah berjalan.
Pihaknya secara rutin mengadakan event - event di kawasan Pecinan dan Zona Eropa.
"Setiap Sabtu -Minggu rutin diadakan acara di Kota Lama Zona Eropa sebagai daya tarik untuk mendatangkan wisatawan," tandasnya.
Integrasi Kota Lama untuk wujudkan kebangkitan ekonomi.
Revitalisasi Kota Lama yang tengah dilakukan Pemkot Surabaya juga mendapatkan apresiasi dari banyak pihak.
Salah satunya ialah Ketua Pusat Studi Ketahanan Iklim dan Kota, Untag Surabaya R.A Retno Hastijanti.
Menurut Hasti biasa ia disapa, apa yang dilakukan Pemkot Surabaya adalah upaya mempertahankan sejarah sekaligus menghidupkan ekonomi masyarakat melalui sektor pariwisata.
Terlebih, integrasi yang dilakukan antara satu zona dengan lainnya juga mulai terlihat hasilnya.
"Jadi kita sangat senang melihat pemerintah mulai melakukan expansi pembangunan di Zona Eropa, sebelumnya di Kya - Kya. Kalau keramaian disetiap zona itu terhubung maka bangunan bersejarah yang ada di gang - gang sempit akan terlihat, seperti di Kalimas Udik atau lainnya. Ini bisa menjadi potensi memperluas wisata sejarahnya," papar Hasti.
Hasti mengatakan bahwa kawasan bersejarah di Kota Lama di Surabaya memiliki untaian dari Jalan Darmo hingga Jembatan Petekan.
Hal ini menjadi pembeda dari wisata serupa di kota lain. Dimana hanya berpusat di satu kawasan saja.
Lebih lanjut, ujar Hasti, apabila untaian kawasan bersejarah itu bisa dintegrasikan oleh Pemkot Surabaya akan semakin memperluas dampak ekonominya.
"Dari Darmo sudah bangunan cagar budaya sampai ke Ampel itu Kota Lama semua. Berbeda dengan Semarang dan Jakarta yang hanya satu zona. Integrasi yang kuat antara kawasan supaya menjadi kesatuan akan menjadi kebangkitan ekonomi secara luas," jelas Hasti.
Dalam memperkuat integrasi, Hasti menyebut bahwa hal - hal minor seperti mempercantik pedestrian, membuat galeri terbuka di antara satu kawasan menuju kawasan lainnya juga harus diperhatikan.
"Misalnya, di Jalan Veteran itukan kosong padahal itu menghubungkan antara pos block dan Kota Lama, apakah membuat galeri terbuka atau lainnya itu harus diperhatikan. Sehingga keramaian masyarakat penyebar dan bisa memperluas dampak ekonominya," ujarnya.
Tambahnya, pengembangan Kota Lama Surabaya harus dilakukan secara pentahelix.
Artinya kolaborasi antara pemerintah, akademisi, bisnis, komunitas dan media harus bergerak bersama.
Dengan semangat kolaborasi, Kota Lama bisa dikembangkan menjadi objek wisata sekaligus sarana dalam belajar sejarah.
Sehingga semakin menghidupkan dan menambah nilai ekonominya.
"Tidak hanya objek wisata yang dikembangkan tapi juga sarana untuk belajarnya. Hal ini yang belum tersentuh di Kota Lama Semarang dan Jakarta. Surabaya harus menjadi pionir untuk menuju kesana," pungkasnya.