Surabaya - KABARPROGRESIF.COM Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, mengunjungi Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA) Provinsi Jawa Timur di Surabaya.
Pada kesempatan ini, Ia berdialog dengan 100 orang Perempuan Driver Ojek Online yang tergabung dalam komunitas Gerakan Sayang Ojek Online (GAS POL) yang berasal dari Surabaya, Sidoarjo, Gresik, dan Malang.
Melalui siaran persnya, Sabtu (9/11/2024), Menteri PPPA mengungkapkan dialog ini dapat menjadi wadah untuk mendengarkan aspirasi dan pengalaman dari para perempuan driver ojek online, khususnya tentang tantangan dan hambatan mereka selama bekerja di ruang publik.
“Senang rasanya saya dapat hadir dan berdialog langsung dengan para perempuan hebat penggerak roda perekonomian, yaitu para perempuan driver ojek online. Saya sangat bangga dengan ibu-ibu sekalian. Pada kesempatan ini saya ingin mendengar banyak dari ibu-ibu sekalian tentang tantangan dan masukan bagi Pemerintah, terutama tentang kebutuhan ibu-ibu yang berperan membantu perekonomian keluarga. Suara ibu-ibu sangat berharga bagi kami dalam merumuskan kebijakan yang lebih inklusif dan responsif terhadap kebutuhan para perempuan,” ungkap Menteri PPPA.
Menteri PPPA mengatakan hasil survei yang dilakukan oleh Koalisi Ruang Publik Aman (KRPA) Tahun 2022 mencatat, sebanyak 3.539 dari 4.236 responden perempuan mengatakan bahwa mereka pernah mengalami pelecehan seksual di ruang publik dan sebanyak 23% terjadi di transportasi umum.
Kerawanan ini tentu menimbulkan berbagai pertanyaan tentang keharusan adanya ruang publik khususnya transportasi umum yang aman nyaman bagi penggunanya terutama perempuan.
“Berbagai upaya perlindungan dari ancaman terhadap keamanan bagi perempuan di ruang publik tidak hanya ditujukan bagi pengguna ojek online, melainkan yang juga perlu diperhatikan adalah keamanan perempuan yang menjadi pengemudi ojek online. Kekerasan seksual dapat terjadi dimana saja dan kapan saja, hal tersebut merupakan masalah kompleks yang membutuhkan pendekatan holistik dalam upaya pencegahan dan penanganannya. Oleh karenanya, kerja sama antara pemerintah, komunitas, serta individu sangat diperlukan untuk menciptakan ruang publik yang aman dan bebas dari kekerasan seksual,” ujar Menteri PPPA.
Menteri PPPA menambahkan masyarakat khususnya perempuan harus semakin memahami tentang kekerasan khususnya kekerasan seksual yang kemudian menumbuhkan keberanian dan percaya diri mereka untuk berani Speak Up atau menyuarakan apa yang dialami ketika menjadi korban kekerasan seksual.
Kemen PPPA telah memiliki Layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA)129, sebagai bentuk nyata negara hadir melindungi warga negaranya.
Layanan SAPA 129 dapat diakses melalui hotline (021) 129 atau melalui Whatsapp 08111-129-129.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Kependudukan (DPPPAK) Provinsi Jawa Timur, Tri Wahyuni Liswati, menjelaskan, Gerakan Sayang Ojek Online (GAS POL) ini merupakan salah satu komunitas dari Pusat Pembelajaran Pemberdayaan Perempuan (Putaran) yang memberikan berbagai pelatihan mulai dari kelas masak, tata rias dan kecantikan, kelas beladiri, peningkatan kapasitas perempuan terkait hukum, politik, sosial dan gender.
Dalam pelaksanaannya DPPPAK Provinsi Jawa Timur menggandeng berbagai pihak mulai dari civitas akademi hingga sektor swasta untuk memberikan pelatihan sesuai dengan kebutuhan dan bidang masing-masing kepada komunitas GAS POL.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi di dampingin Kadis DP3AK Jatim Tri Wahyuni Liswati,mengunjungi Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA) Provinsi Jawa Timur di Surabaya, Jumat (8/11/2024)
“Berbagai pelatihan dan pembelajaran kami berikan kepada perempuan yang tergabung dalam GAS POL ini bukan hanya agar mereka dapat terhindar dari segala bentuk kekerasan, namun juga agar mereka lebih berdaya. Penguatan kolaborasi dan kemitraan akan terus kami lakukan untuk mendukung program pembelajaran ini," terang Tri.
Selain proses pembelajaran, pihaknya juga melakukan monitoring dan evaluasi selama setahun. Pada tahap tersebut, ada yang bisa lanjut naik kelas ada yang tidak tergantung progress masing-masing individu.
Sampai saat ini sudah 585 perempuan ojek online yang sudah mengikuti program ini dan sebanyak 200 orang sudah menjalani wisuda pada Desember 2023, artinya mereka sudah memiliki keterampilan sehingga mereka tidak full ojek online namun sudah mempunyai pekerjaan sampingan hasil dari pembelajaran di sini.
"Kami menemukan fakta, semakin sedikit waktu mereka untuk menjadi ojek online, semakin sedikit pula potensi mereka terkena kekerasan di jalanan, dan ini akan memiliki dampak signifikan terhadap penurunan angka kekerasan di Jawa Timur,” ujar Lisnawati.
Dalam sesi penyampaian masukan dan tanya jawab, Koordinator Ojek Online Kota Surabaya, Tri Desy Arisandi Natalia mengungkapkan permohonan kepada Menteri PPPA untuk dapat mengkoordinasikan dan mengkomunikasikan dengan pihak provider aplikasi ojek online terkait kebutuhan penyediaan daycare atau tempat penitipan anak yang tidak berbayar khusus perempuan ojek online yang memiliki kebutuhan penitipan anak.
“Saat bekerja, sebagian perempuan driver ojek online ini terpaksa membawa anaknya bahkan hingga larut malam, hal ini dikarenakan mereka tidak mempunyai pilihan untuk menitipkan anaknya baik ke sanak saudara apalagi tempat penitipan anak yang berbayar. Ini tentunya membahayakan keselamatan anak. Seandainya bisa ada daycare ibu-ibu ini juga dapat diberdayakan sebagai pengasuh daycare jadi tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan Sebagian dari kami tapi juga dapat memberdayakan teman-teman perempuan ojek online ini. Besar harapan kami agar ibu menteri dapat menyampaikan ini dan melakukan koordinasi dengan pihak provider kami,” ungkap Desy.
Dalam kesempatan tersebut, Menteri PPPA juga sekaligus melakukan pemantauan sejumlah kasus kekerasan dan eksploitasi yang korbannya merupakan perempuan dan anak. Menteri PPPA mengunjungi dan memastikan kondisi 2 (dua) perempuan yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang masing-masing berasal dari Medan, Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Bali serta 2 (anak) korban eksploitasi dan kekerasan seksual yang berasal dari Jawa Barat. Menteri PPPA memastikan pemenuhan hak serta perlindungan perempuan dan anak korban eksploitasi dan TPPO ini harus diutamakan.
“Pada kesempatan ini saya ingin melihat langsung bagaimana kondisi dan apa saja yang dibutuhkan oleh perempuan dan anak korban ini. Kita ketahui Bersama, TPPO merupakan bentuk kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang merampas harkat dan martabat manusia. Perempuan dan anak pun menjadi salah satu kelompok yang rentan menjadi korban TPPO. Pemerintah pusat, pemerintah daerah, hingga masyarakat harus bergerak bersama dalam pencegahan dan penanganan TPPO, termasuk kembali memberdayakan para korban,” ujar Menteri PPPA.
Ketika berdialog dengan perempuan korban TPPO dan anak korban kekerasan, Menteri PPPA seraya memberikan dukungan untuk kembali memberdayakan diri dan meningkatkan keterampilan yang dimiliki agar tidak Kembali terjerat TPPO.
Selain itu, Menteri PPPA menilai perlu dilakukannya monitoring oleh pemerintah daerah untuk memastikan korban tidak kembali menjadi korban TPPO di kemudian hari.
Menteri PPPA mengungkapkan pihaknya telah melakukan koordinasi intens dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Jawa Timur terkait rencana tindak lanjut penanganan korban melalui sejumlah asesmen lanjutan untuk mengetahui harapan dan kebutuhan korban, serta pemeriksaan kesehatan fisik dan psikologis. Menteri PPPA juga memberikan sejumlah bantuan spesifik perempuan dan anak kepada perempuan ojek online serta perempuan dan anak korban TPPO.