Rabu, 29 Februari 2012

KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Bebasnya PT Telkom dari sanksi akibat gagal memenuhi target pemasangan internet RT/RW di 33 kecamatan, diduga karena ada klausul soal sanksi  kepada PT Telkom dihilangkan.

Tidak tercantumnya klausul tersebut, dipastikan PT Telkom tidak bisa dituntut bertanggung jawab soal kegagalan proyek yang didanai APBD sebesar Rp 6,9 miliar.

Agus Sonhaji, Kepala Bina Program Pemerintah Kota Surabaya menjelaskan alasan mengapa klausul sanksi dihapus dari kontrak kerja tersebut. Agus menegaskan, Telkom sudah  melakukan kerjanya dalam melakukan pengadaan tersebut.

Ditanya apakah benar alasannya ada dan dihapus? Agus menegaskan meskipun akhirnya Telkom tidak kena sanksi, tapi dalam Perpres No 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa, menurut Agus, meski gagal dan tidak memenuhi target Telkom tidak mendapatkan sanksi.

“Karena berdasar kontrak, kami dengan Telkom itu berdasarkan unit price. Dan saya rasa tidak ada yang dihapus karena sesuai Perpres itu Telkom sudah mengerjakan semuanya,” tukas Agus, di ruang kerjanya, Selasa(28/2) siang.

Agus mengakui memang dalam program pengadaan internet RT/RW tahun 2010 itu belum optimal 100 persen. Karena itu tahun 2012 ini dimungkinkan ada lagi dengan teknis yang berbeda.

Soal apakah pemkot dirugikan, Agus secara tegas mengatakan tidak ada yang dirugikan. Padahal anggaran Rp 6,9 miliar sudah turun semua. Namun hingga kini belum ada proses pengembalian ke kas daerah.
Seperti diketahui, proyek pengadaan koneksi internet bagi ketua RT/RW se-Surabaya tahun 2010 menyisakan persoalan.

Yang paling disorot adalah kontrak kerja Pemkot Surabaya dengan PT Telkom, yang dinilai cacat hukum dan tidak layak memenuhi syarat sahnya kontrak seperti yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Faktanya, klausul yang mengatur tentang sanksi dan denda kepada pihak kedua (PT Telkom) dalam adendum kontrak kerjasama ke II secara sengaja dihapus (ditiadakan) pasca wanprestasi (tak memenuhi target) pelaksanaan pemasangan modem internet tersebut.

Secara tegas diatur, di Kepres 54/2010 lampiran 5 disebutkan, syarat sahnya kontrak harus memuat sanksi dan denda. Pada kontrak pertama tanggal 19 Juli 2011 sampai 19 Agustus 2011, Telkom hanya bisa menyelesaian sekitar 13 persen dari total jumlah yang ada.

Karena tidak memenuhi target, akhirnya terjadi adendum perpanjangan kontrak kerja lagi hingga 19 September 2011. Nyatanya, Telkom berkewajiban memasang sebanyak 10.888 node (titik sambungan) internet.

Namun realisasinya, Telkom hanya bisa menyelesaikan sekitar 58 persen atau sebanyak 6.009 pemasangan internet RT/RW saja. Dengan fakta ini saja, PT Telkom sudah bisa dikenai sanksi. (arf)

Minggu, 26 Februari 2012

KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Proyek pengadaan koneksi internet bagi ketua RT/RW se-Surabaya tahun 2010 senilai Rp 6,9 miliar meninggalkan berbagi persoalan.

Meski begitu, lembaga penegak hukum tetap saja tak bergeming, kala ‘carut-marut’ proyek yang digagas Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dengan PT Telkom Indonesia Divre Jawa Timur ini mengemuka ditengah publik.

Setelah amburadulnya proses lelang dan pelaksanaan pemasangan modem internet ini digunjing Lembaga Swadaya Masyarakat (LMS), hingga dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, saat ini sorotan kembali ditujukan kepada Pemkot dan PT Tekkom Indonesia.

Hasil kajian Forum Masyarakat Anti Korupsi (Formak) Indonesia dan Masyarakat Pemantau Pelaksanaan Kebijaksanaan Pemerintah (MP3KP) Jatim menyatakan, kontrak kerja antara Pemkot Surabaya dengan PT Telkom Indonesia Divre Jawa Timur dalam proyek pengadaan internet RT/RW se-Surabaya ini cacat hukum. Sebab, tidak memenuhi syarat sahnya kontrak seperti yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Kesimpulan itu mengerucut setelah hasil analisa LMS itu mendapati fakta, bahwa pasal yang mengatur tentang sangsi dan denda  kepada pihak kedua (PT Telkom) dalam adendum kontrak kerjasama ke II secara sengaja dihapus (ditiadakan) setalah mengetahui terjadi wanprestasi (tak memenuhi target) pelaksanaan pemasangan modem internet.

Sehingga sampai saat ini tidak ada sangsi atau denda berupa apapun untuk Telkom meski paket pekerjaan yang digarapnya tidak memenuhi target.

Padahal, didalam Kepres 54/2010 lampiran 5 menyebut, syarat sahnya kontrak harus memuat sangsi dan denda.

“Pada kontrak pertama tanggal 19 Juli 2011 sampai 19 Agustus 2011, telkom hanya bisa menyelesaian sekitar 13 persen dari total jumlah yang ada. Karena tidak memenuhi target, akhirnya terjadi adendum perpanjangan kontrak kerja lagi hingga 19 September 2011. Nyatanya, Telkom berkewajiban memasang sebanyak 10888 node (titik sambungan) internet. Namun realisasinya, Telkom hanya  bisa menyelesaikan sekitar 58 persen atau sebanyak 6009 pemasangan Internet RT/RW saja. Harusnnya sangsi dan denda diberlakukan,”kata Koordinator Forum Masyarakat Anti Korupsi Indonesia, Ismet Rama  di Surabaya, Jumat (24/2/2012).

“Dimana-mana kalau pelaksanaan tidak memenuhi target akan kena sangsi dan denda. Pemkot sebagai lembaga pemerintah daerah dan telkom selaku BUMN harusnya tunduk dibawah undang-undang (hukum),”tegasnya.

Ismet menandaskan, karena tidak memenuhi syarat sah-nya kontrak, bisa diterjemahkan proyek tersebut telah batal demi hukum.

Ditempat yang sama, koordinator MP3KP Eusebius Purwadi menandaskan, konsekuensi dari pelanggaran ini adalah, PT Telkom Wajib mengembalikan anggaran yang dipakai sebab kontrak itu batal demi hukum.
“Telkom bisa dituntut secara perdata atau Pidana,”kata Purwadi.

Seperti diberitakan sebelumnya, Pelaksanaan pemasangan modem internet ini pun tak sesuai dengan target yang ditentukan. Bahkan pemasangan internet itu, PT Telkom telah dua kali melanggar adendum kontrak kerja.

Tetapi, lantaran ‘diduga’ telah terjadi ‘kongkalikong’, Pemkot Surabaya selaku pengguna anggaran tak memberikan sangsi apapun kepada rekanannya yang gagal menyelesaikan proyek secara tuntas itu.(klik Kontrak Proyek Internet RT/TW Pemkot Surabaya-PT Telkom ‘Akal-Akalan’)

Eddy juga mengakui tidak tercapainya target pelaksanaan instalansi karena adanya berbagai kendala di lapangan, yakni kesiapan RT dan RW untuk memanfaatkan Jaringan internet maka waktu yang disepakati sebelumnya, yaitu selama satu bulan dinilai tidak mencukupi. Pemkot Surabaya kemudian menyetujui perpanjangan waktu satu bulan sehingga batas waktu penyelesaian instalasi menjadi  19 September 2011.
Ia juga beralibi, telah terjadi beberapa kendala seperti RT/RW telah menggunakan Speedy sebanyak 5 persen. Kemudian, tidak bersedia dipasang Internet sebanyak 38 persen, rumah kosong sebanyak 20 persen, Belum memiliki komputer sebanyak 12 persen, Dialihkan ke pihak lain sebanyak  12 persen dan kendala lain-lain sebanyak 13 persen. (arf)

Minggu, 19 Februari 2012

KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Kontrak proyek pengadaan Internet RT/RW pelanggan antara Pemkot Surabaya dengan PT Telkom Divre Jatim diduga syarat rekayasa.

Pasalnya, tidak ada sangsi atau denda yang dikenakan kepada Telkom meski pelaksanaan pemasangan internet molor dan melanggar perjanjian kontrak kerja.

Koordinator Forum Masyarakat Anti Korusi Jawa Timur, Ismet Rama menegaskan, dalam pelaksanaan pemasangan internet itu, PT Telkom telah dua kali melanggar adendum kontrak kerja.

Pada kontrak pertama tanggal 19 Juli 2011 sampai 19 Agustus 2011, telkom hanya bisa menyelesaian sekitar 13 persen dari total jumlah yang ada. Karena tidak memenuhi target, akhirnya terjadi adendum perpanjangan kontrak kerja lagi hingga 19 September 2011.

“Setelah kontrak kerja diperpanjang selama sebulan itu, PT Telkom Divre Jatim tetap tidak bisa merampungkan pemasangan. Lagi-lagi meleset dari target yang ditentukan dalam adendum perpanjangan kontrak. Dari jumlah 10888 node (titik sambungan) internet, Telkom hanya bisa menyelesaikan sekitar 58 persen atau sebanyak 6009 pemasangan Internet RT/RW,”ujar Ismet, Sabtu (18/2/2012).

Kendati telah melanggar beberapa pasal yang tertuang dalam perjanjian, namun sangsi dan denda yang seharusnya diberlakukan ternyata tidak pernah dijalankan. “Kontrak kerja itu cuma akal-akalan saja. Tidak ada sangsi atau denda,”ujarnya.

Dalam perlaksanaan proyek bernilai Rp 6,9 MiIiar itu, kedua belah pihak membagi pemasangan sebanyak 10888 node (titik sambungan) internet ditiap rumah ketua RT/RW se-Surabaya menjadi 62 kontrak. Atau sama dengan 2 kontrak kerja untuk setiap kecamatan.

“Yang Bertandatangan dalam kontrak perjanjian kerja itu adalah para Kasie Pemerintahan Kecamatan dan General Manager PT Unit II Business Service Regional II, Mulyanta,”ungkap Ismet Rama.
Dalam proyek ditegarai adanya dugaan korupsi dan kolusi yang dilakukan PT Telkom Divre Jatim dengan Pemkot Surabaya.

Temuan MP3KP yang dilaporkan ke Kejaksaan adalah pembagian modem bagi ketua RT maupun RW sudah terdapat di setiap kecamatan dengan anggaran bervariasi. Serta, anggaran koordinasi administrasi RT/RW dan belanja koneksi internet RT /RW di 31 kecamatan yang nilainya mencapai ratusan juta rupiah, bahkan ada juga yang lebih dari Rp 1,5 miliar. (arf)

Minggu, 08 Maret 2009


KABARPROGRESIF.COM : (Surabaya) Pemilik pabrik kerupuk udang merk Aloha,Liem Hermin Pujiastuti dan Johan Imanuel Subagio Bakti dikabarkan telah ditetapkan tersangka kasus penipuan dan penggelapan keuntungan saham oleh penyidik Ditreskrimum Polda Jatim.

Keduanya ditetapkan tersangka berdasarkan laporan Polisi nomor LPB/1165/IX/2018/UM/Jatim tertanggal 13 September 2018 yang dilaporkan oleh Selvie, salah satu pemegang 300 lembar saham PT Bali Legong Nusantara, Perusahaan yang memproduksi kerupuk udang merk Aloha.

"Info dari penyidik sudah ditetapkan tersangka,"kata Tonic Tankau, kuasa hukum pelapor saat dikonfirmasi wartawan, Jum'at (8/3/2019).

Kendati demikian, Tonic tak mau menjelaskan secara detail peristiwa kasus ini."Mengenai perkaranya silahkan tanya ke penyidik,”pungkasnya.

Sementara, Selvie selaku pelapor mengatakan, Penetapan kedua tersangka ini baru diketahuinya dari Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) ke 4 yang diterimanya.

"Pemberitahuannya tanggal 12 Februari lalu,"terang Selvie.

Dijelaskan Selvie, Pelaporan itu dilakukan lantaran kedua tersangka telah menggelapkan keuntungan 300 lembar saham yang dimilikinya atas hak waris dari suaminya yakni Samuel Subagio Subakti di PT. Bali Legong Nusantara.

"Suami saya adalah Dirut di PT Bali Legong Nusantara yang memproduksi bermacam macam produk,salah satunya kerupuk udang merk aloha. Sebelum meninggal, suami saya telah meninggalkan warisan 300 lembar saham yang telah dilegislasi di hadapan notaris Wahyudi Suyanto dan diregister dengan nomer 21/KHW/IX/2013,"jelas Selvie.

Upaya Selvie untuk bisa mendapatkan haknya atas deviden 300 lembar saham terus dilakukan, dengan menyampaikan keterangan hak waris dalam akte notaris melalui RUPS. Namun ironisnya, pemindahan hak tersebut hanya dicatatakan saja tanpa memasukan Selvie sebagai salah satu Direksi di PT Bali Legong Nusantara.

"Jangankan memberikan keuntungan, melaporkan keuangan perusahaan saja tidak dilakukan sampai sekarang atau enam tahun ini,"kata Selvie.

Ironisnya, motif kedua tersangka untuk menguasai keuntungan dari 300 saham selama 6 tahun tersebut diketahui Selvie, dilakukan para tersangka untuk menggandakan aset dari keuntungan yang tidak diserahkan kepadanya.

"Mereka melakukan pengadaan aset dari dana deviden,  selama enam tahun ini mereka banyak membeli aset aset, ada ruko di Sidoarjo dan Apartemen di Australia dan Malaysia,"ungkap Selvie.

Konyolnya lagi, Kendati tidak memberikan sepeserpun atas deviden tersebut, tersangka Johan Imanuel Subagio Bakti justru meminta suntikan dana pada Selvie untuk membuka pabrik tepung yang beroperasi di Raya Ngandat, Kediri.

"Padahal enam tahun gak pernah kasih saya keuntungan, lucu sekali malah minta dana ke sana untuk buka pabrik tepung yang sekarang sudah beroperasi di Kediri,"terang Selvie.

Atas peristiwa tersebut, Selvie mengaku telah dirugikan secara immateriil yang nilainya belasan miliar rupiah.

"Kalau dihitung kerugian inmateriil yang saya alami sekitar lima belas miliar rupiah,"bebernya.

Ketika ditanya apakah juga akan melayangkan gugatan perdata, Selvie mengaku akan menunggu perkembangan selanjutnya.

"Saya akan tunggu perkembangan selanjutnya,"pungkasnya

Untuk diketahui, Selvie merupakan menantu dari tersangka Liem Hermin Pujiastuti dan kakak ipar dari tersangka Johan Imanuel Subagio Bakti.

Selain melaporkan tindak pidana penipuan dan penggelapan, Selvie juga melaporkan pemilik pabrik kerupuk udang merk Aloha ini telah melakukan pemalsuan surat dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebagaimana dimaksud dalam pasal 378 KUHP, 372 KUHP, 374 KUHP, 263 KUHP dan Pasal 3,4,5 UU RI Tahun 2010. (komang/arf)

Narkoba

Koperasi & UMKM

Terus Kobarkan Semangat Perjuangan Arek-arek Suroboyo 10 Nopember 1945 untuk memberantas Korupsi, Terorisme dan Penyalahgunaan Narkoba

Translate

Hukum

Metropolis

Nasional

Pidato Bung Tomo


Hankam

Popular Posts

Blog Archive