KABARPROGRESIF.COM : (Jakarta) Wakil Ketua DPRD Kabupaten Lampung Tengah Natalis Sinaga dituntut 8 tahun penjara oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK).
Natalis juga dituntut membayar denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan.
"Kami menuntut supaya majelis hakim menyatakan terdakwa bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama," ujar jaksa Luki Dwi Nugroho saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (18/10/2018).
Dalam pertimbangan, jaksa menilai perbuatan Natalis tidak mendukung pemerintah dan masyarakat yang giat memberantas korupsi.
Perbuatan Natalis juga menciderai tatanan birokrasi yang bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
Selain itu, jaksa juga menuntut agar Natalis dihukum pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama lima tahun setelah selesai menjalani pidana pokok.
Natalis dinilai terbukti menerima uang secara bertahap sekitar Rp 9,6 miliar.
Uang itu ditujukan agar Natalis menandatangani surat pernyataan kesediaan Pimpinan DPRD Lampung Tengah untuk dilakukan pemotongan Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil Kabupaten Lampung Tengah dalam hal terjadi gagal bayar.
Selain itu, agar DPRD Lampung Tengah menyetujui rencana pinjaman daerah Kabupaten Lampung Tengah kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) sebesar Rp 300 miliar pada tahun anggaran 2018.
Dalam surat dakwaan, Natalis disebut membantu upaya Bupati Lampung Tengah Nonaktif Mustafa untuk pengesahan pinjaman dari PT SMI.
Menurut jaksa, Natalis meminta uang sebesar Rp 5 miliar yang akan diserahkan kepada unsur Pimpinan DPRD Lampung Tengah, para ketua fraksi dan anggota DPRD Lampung Tengah.
Permintaan Natalis disanggupi oleh Mustafa. Mustafa memerintahkan Kepala Dinas Bina Marga Lampung Tengah Taufik Rahman untuk menindaklanjuti permintaan itu.
Selanjutnya, Natalis juga membutuhkan uang tambahan Rp 3 miliar. Uang itu direncanakan akan diberikan kepada Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrat, PDIP, dan Partai Gerindra.
Mustafa memerintahkan Taufik untuk berkomunikasi dengan Natalis agar penyerahan uang tersebut tidak diberikan sekaligus, mengingat uangnya belum ada.
Mustafa lantas memerintahkan Taufik mencari dan mengumpulkan uang dari para rekanan proyek. Taufik menemui Simon Susilo dan Budi Winarto secara terpisah untuk menawarkan beberapa proyek.
Simon memilih dua paket proyek senilai Rp 67 miliar dan bersedia memberikan uang komitmen senilai Rp 7,5 miliar.
Di sisi lain, Budi Winarto memilih satu paket proyek senilai Rp 40 miliar dan bersedia memberikan uang komitmen sebesar Rp 5 miliar.
Uang total 12,5 miliar itu diambil Rusmaladi atas perintah Taufik. Dari total uang itu, Natalis menerima uang sebesar Rp 2 miliar dari Rusmaladi.
Natalis mengambil Rp 1 miliar, sementara Rp 1 miliar lainnya diserahkan ke Plt. Ketua DPC Partai Demokrat Iwan Rinaldo.
Sisa uang lainnya diserahkan ke Ketua Komisi III DPRD Lampung Tengah Rp 1,5 miliar, Anggota DPRD Bunyana sebesar Rp 2 miliar, Anggota DPRD Zainuddin sebesar Rp 1,5 miliar.
"Kepada terdakwa, Raden Zugiri dan Zainuddin melalui Andri Kadarisman sebesar Rp 495 juta. Uang tersebut diserahkan oleh Andri Kadarisman kepada terdakwa bertempat di dekat Rumah Makan Kayu Jalan Arief Rahman Hakim, Bandar Lampung," kata jaksa.
Sisa uang juga diserahkan kepada Achmad Junaidi sebesar Rp 1,2 miliar secara bertahap. Pada saat pelengkapan berkas pinjaman uang yang diajukan PT SMI, Pemkab Lampung Tengah harus menandatangani surat pernyataan kesediaan pemotongan Dana Alokasi Umum atau Dana Bagi Hasil apabila Pemkab Lampung Tengah gagal bayar.
Surat itu perlu ditandatangani Mustafa dan Natalis. Namun, Natalis meminta pemerintah untuk segera melunasi sisa uang ke DPRD Lampung Tengah senilai Rp 2,5 miliar.
Mendengar hal itu, Taufik menemui Mustafa. Lalu, Taufik memerintahkan dua PNS Dinas Bina Marga Lampung Tengah, Aan Riyanto dan Supranowo untuk menghubungi rekanan Dinas Bina Marga Miftahullah Maharano Agung untuk memberikan komitmen fee proyek sebesar Rp 900 juta.
Supranowo menggenapkan menjadi Rp 1 miliar dengan cara mengambil uang sebesar Rp 100 juta dari dana taktis Dinas Bina Marga.
Setelah itu, Supranowo memasukan uang Rp 1 miliar itu ke dalam kardus berwarna coklat.
Menurut jaksa, atas persetujuan Taufik, Aan memerintahkan Supranowo menyerahkan uang Rp 1 miliar kepada Saudara Ipar Rusliyanto, Muhammad Andi Peranginangin.
Andi pun menginformasikan ke Rusliyanto bahwa uang titipan tersebut telah diterima.
Setelah itu, Rusliyanto menemui Natalis bahwa uang dari Taufik Rahman telah diterima.
Lalu, Natalis meminta Rusliyanto memerintahkan Kepala Sekretariat DPC PDIP Lampung Tengah Julion Efendi untuk menandatangani surat pernyataan dengan cara meniru tanda tangan Natalis. Selain itu, Rusliyanto juga memerintahkan Ketua DPRD Lampung Tengah Achmad Junairdi Sunardi agar menandatangani surat pernyataan Kepala Daerah tentang Pemotongan Dana Alokasi Umum (DAU) atau Dana Bagi Hasil (DBH) secara langsung dalam hal gagal bayar.
Natalis dinilai melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. (rio)